Kopiah.Co — Tantangan 78 tahun kemerdekaan Indonesia adalah bagaimana bangsa ini konsisten dalam merayakan kebhinekaan. Republik Indonesia sejak kelahirannya dirancang oleh para pendiri bangsa, untuk menjadi negara “Bhinneka Tunggal Ika”, beragam namun satu tujuan.

Sebagai negara yang berasaskan Pancasila, seyogianya persatuan, toleransi, dan kesetaraan sudah menjadi suatu hal yang final ditegakkan di Republik ini. Keberagamaan suku, agama, ras, dan etnis menjadi suatu kekuatan yang mesti dirayakan dalam membangun bangsa ke depan.

Sebab itu, pemimpin Indonesia ke depan harus seorang yang mampu membangun kesadaran kebhinekaan di tengah masyarakat. Kesadaran kebhinekaan ini mengantarkan bangsa Indonesia agar mampu hidup berdampingan di tengah keberagaman, bersikap terbuka dengan perbedaan, dan kesediaan untuk saling belajar dan menghormati di antara sesama. Proses itulah yang mesti ditempuh dalam rangka meraih inti dari toleransi, yakni merayakan kebinekaan.

Satu yang menarik perhatian penulis dalam rangka merayakan kebhinekaan ini adalah gagasan Ganjar Pranowo pada saat menjelaskan tentang proses perjuangan para pendiri bangsa dalam meraih kemerdekaan. Ia menceritakan, bahwa Indonesia ini diperjuangkan dan dibangun oleh semua elemen masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang suku dan agama. Namun, meskipun berbeda, menurut Ganjar, perbedaan itu dikalahkan dengan sebuah cita-cita yang sama, yaitu kemerdekaan dan kemajuan Indonesia.

Selain itu, sebagai seorang anak bangsa dan pemimpin, Ganjar adalah sosok pemimpin yang menegaskan, bahwa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi ideologi yang harus terus dirawat ke depan. Ia juga sosok yang lantang menentang intoleransi dan ekstremisme. Bagi Ganjar, menjaga NKRI adalah suatu perjuangan yang tidak ada tawar-menawar.

Selama menjadi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar pun mengkampanyekan tagline Jateng Gayeng. Terbukti, berkat kerja kerasa dan komitmennya, indeks toleransi di Jawa Tengah terus naik. Prestasi ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin sadar akan kebhinekaan, memahami, dan mengimplementasikan kerukukan umat beragama serta variabel menerima dan saling menghormati.

Menariknya, dalam rangka mempersiapkan Indonesia Emas ke depan, Ganjar juga memiliki program Sekolah Adipangastuti. Model Sekolah Adipangastuti adalah bentuk pembelajaran toleransi dan pembentukan karakter anak sejak dini. Selain itu, Ganjar rutin melakukan blusukan ke berbagai sekolah melalui program “Sambang Sekolah” yang ia gagas.

Program Sambang Sekolah tersebut merupakan upaya Ganjar dalam menumbuhkan rasa cinta Tanah Air, toleransi, anti radikalisme dan terorisme, menghormati keberagaman, dan melakukan praktik baik di masyarakat bagi generasi muda. Bagi Ganjar, kesadaran kebhinekaan harus diajarkan kepada seluruh anak bangsa sejak dini.

Apa yang dilakukan Ganjar sesungguhnya penting kita ikuti dan tiru. Karena kita masih menyaksikan rajutan kebhinekaan Indonesia  terus mendapat gangguan. Berbagai  kasus  kekerasan  bernuansa agama dan persekusi  terhadap minoritas keagamaan kerap terjadi di beberapa daerah.

Lebih-lebih di tahun politik seperti saat ini yang rawan terjadi politisasi agama sehingga mengganggu kebhinekaan. Jangan sampai peristiwa seperti brutalnya gelaran Pilkada DKI Tahun 2017 terjadi lagi. Saat itu, para pendukung Anies Baswedan yang merupakan kelompok Islam garis keras secara terang-terang melakukan politisasi agama dan kampanye ayat mayat, yang menyebabkan polarisasi dan memecah belah masyarakat.

Atau seperti Pemilu 2019, hal yang sama dilakukan oleh para pendukung Prabowo Subianto, yang sesungguhnya sama persis didukung oleh kelompok Islam garis keras. Saat itu, Prabowo dan pendukungnya melakukan hal yang sama, yakni politisasi agama untuk memperkuat basis politiknya.

Dua contoh di atas merupakan potret buruk yang tidak boleh terulang kembali. Kita dan para elemen bangsa tidak boleh membiarkan intoleransi dan diskriminasi merenggut ruh kebhinekaan yang telah dijaga oleh para pendiri bangsa sejak dahulu. Politisasi agama yang menodai persatuan dan persaudaraan nyata-nyata merupakan pengkhianatan  atas amanat  kebangsaan  yang  dimandatkan  kepada  kita sebagai penerus dan pengisi kemerdekaan Indonesia.

Sebab itu, sebagai generasi muda, seyogianya kita dapat belajar dari para tokoh bangsa yang senantiasa berdiri paling depan membela kerukunan dan merayakan kebhinekaan. Kita harus mempelajari dan mengenal lebih dalam tentang tradisi dan budaya Indonesia. Para tokoh bangsa yang memiliki rekam jejak baik dalam menjaga kerukunan dan keberagaman harus menjadi role model kita dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Terakhir, kita juga harus bersyukur, karena para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan lainnya telah menjadi teladan dalam berjuang dengan tulus mengabdi untuk merah putih. Begitu pun para ulama seperti Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Kyai Ahmad Dahlan, dan Gus Dur. Mereka adalah para agamawan yang tak pernah absen membela kemanusiaan dan kebhinekaan.

Maka itu, merayakan kebhinekaan ala Ganjar Pranowo dalam menyongsong Indonesia emas 2045 mesti kita hidupkan. Mengenal Indonesia, mempelajari tradisi dan budaya, serta saling menghormati antar sesama menjadi garis perjuangan yang harus kita tempuh dalam membangun Indonesia yang maju, toleran, dan berkeadilan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here