Marhaenisme Bukan Komunisme

Artikel Populer

Ahmad Hashif Ulwan
Ahmad Hashif Ulwan
Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah

Kopiah.co – Falsafah marhaenisme yang dicetuskan oleh Bung Karno dalam perjalanan politiknya banyak mengusung prinsip-prinsip kerakyatan dalam demokrasi, ekonomi, pergerakan, belum lagi, Sukarno dalam pemerintahannya mengusung konsep politik Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) yang berlangsung selama masa kepemimpinan Sukarno pada tahun 1959-1966, hal ini yang banyak dipandang orang sebagai persamaan antara Marhaenisme dan juga Komunisme.

Perbincangan Marhaenisme tidak dapat terlepas dari peristiwa pertemuan Bung Karno dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung pada tahun 1920an. Kang Marhaen merupakan seorang petani miskin yang memiliki sepetak sawah, cangkul, dan alat lainnya untuk mengelola sawah yang ia miliki, dari situ, ia hanya cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarga tanpa ada kapital yang bisa ia simpan atau ia kembangkan, inilah asal muasal falsafah Marhaenisme yang selanjutnya dikembangkan oleh Sukarno dalam pergerakan politiknya di Partai Nasional Indonesia (PNI)

Ajaran Bung Karno menempatkan agama sebagai pilar sentral dalam memperjuangkan nasib kaum marhaen, namun bukan berarti menempakan doktrin agama tertentu sebagai pusat utama dalam penyelenggaraan negara. Bagi Sukarno, spirit utama yang membimbing pembebasan rakyat marhaen dan kondisi ketidakberdayaan dituntun oleh ajaran dan nilai etis agama, sebagai hamba Tuhan dimana kesatuan spiritual dalam pengabdian atas Ketuhanan membimbing untuk menolak berbagai manifestasi dan penyembahan manusia atau eksploitasi manusia oleh manusia.

Nilai-nilai agama menjunjung tinggi harkat dan martabat umat manusia sebagai seorang utusan Tuhan di bumi, kesetaraan antar manusiapun selanjutnya menjadi salah satu ajaran etis agama yang menolak penghambaan manusia kepada manusia lainnya, sebagai salah satu contoh, apa yang tersurat dalam Al-Quran QS. Al-Hujurat ayat 13 “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Sementara komunisme memandang bahwa agama adalah suatu artikulasi dari ketidakmampuan massa ketika berhadapan dengan kaum penindas yang selanjutnya menjadi jalan alternatif untuk melarikan diri dari perasaan ketidakpuasan atas kehidupan di dunia dan mencari penghiburan pada kepercayaan setelah kematian, dan inilah yang disebut kaum Lenin sebagai Impotensi sosial ketika masa berhadapan dengan kerasnya hidup dan beban eksploitasi dalam kehidupan dunia, agama membuat rakyat bersabar dan menanti kehidupan yang lebih baik dalam kehidupan di akhirat.

Belum lagi dalam konteks perjuangan kaum proletar di eropa, agama menjadi penyokong para borjuis yang mengendalikan kapital dan menindas kaum proletar, dan inilah yang menyebabkan hubungan komunisme dan agama menjadi renggang dan terkesan bersebrangan dalam perpolitikan eropa.

Sedangkan dalam konteks Indonesia, agama menjadi pilar penting dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan atas realita penindasan yang dirasakan rakyat Indonesia kala itu, Sarekat Islam contohnya, yang merupakan kumpulan para pedagang muslim pribumi untuk menentang monopoli perdagangan yang diterapkan oleh kolonialisme belanda kala itu.

Dari sinilah Sukarno melihat dengan jeli spirit agama yang hadir dalam sanubari rakyat Indonesia sehingga menjadi instrumen penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, maka Sukarno yang juga memegang erat etika dan moralitas agama tak pernah menegasikan agama dari pergerakan kemerdekaan, serta mampu mengintegrasikan spirit keagamaan dalam falsafah Marhaenisme yang ia cetuskan, dan menjadi pembeda kontras dengan paham Komunisme.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Aktivis Muda NU Minta MK Gugurkan Abuse of Power yang Merusak Demokrasi

Kopiah.Co — “Kita harus buat pernyataan seperti ini, untuk suarakan kebenaran konstitusional dan spirit Pancasila", kata Nata Sutisna, Aktivis...

Artikel Terkait