65 Tahun Indonesia-Tunisia dan Masa Depan Diplomasi Persahabatan

Artikel Populer

Kopiah.Co — Hubungan bilateral Indonesia-Tunisia bergerak ke arah yang lebih progresif. Misalnya, sejak 2023, Tunisia resmi membebaskan visa selama 90 hari bagi warga negara berpaspor Indonesia yang ingin melancong. Hal ini bukan sekadar tentang kemudahan perjalanan, tapi mencerminkan rasa percaya yang tinggi dan persahabatan yang erat di antara Tunisia dan Indonesia dari waktu ke waktu.

Pada Juni 2024, pemerintah Tunisia juga meresmikan sebuah jalan utama di jantung ibu kota Tunis yang diberi nama “Rue du Leader Ahmed Soekarno.” Pemberian nama ini jelas bukan hal biasa, melainkan bentuk penghormatan luar biasa rakyat Tunisia terhadap sosok Bung Karno dan persahabatannya dengan dunia Arab, khususnya Tunisia.

Selain itu, di bidang ekonomi, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Tunisia di bawah kepemimpinan Duta Besar Zuhairi Misrawi itu aktif memperjuangkan terbentuknya kerja sama dagang Preferential Trade Agreement (PTA), bahkan menuju Free Trade Agreement (FTA). Melalui diplomasi ekonomi yang intens digagas oleh Zuhairi Misrawi — bertemu langsung para pengusaha, membuka peluang pasar, hingga memperluas jaringan kemitraan — ekspor Indonesia ke Tunisia pun meningkat tajam.

Jika pada 2021 ekspor Indonesia baru menyentuh angka USD 100 juta, maka pada 2022 naik signifikan menjadi USD 169 juta. Dan per-akhir 2023, nilai perdagangan dua negara sudah tembus USD 253 juta. Dalam konteks ini, Indonesia banyak mengekspor produk sawit, sedangkan Tunisia mengirim minyak zaitun dan kurma berkualitas tinggi.

Sementara di sektor pariwisata, hubungan kedua negara juga makin erat. Data 2024 mencatat, lebih dari 10.000 wisatawan Tunisia berkunjung ke Indonesia, sementara kunjungan WNI ke Tunisia mencapai lebih dari 1.000 wisatawan. Di bidang pendidikan, hingga kini, Tunisia rutin memberi beasiswa untuk puluhan pelajar Indonesia setiap tahunnya.

Tak ketinggalan, kerja sama di bidang infrastruktur juga terus dijajaki. Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia di bawah Menteri Basuki dahulu telah membangun kerjasama pengelolaan air dan irigasi, termasuk dalam forum-forum internasional seperti Mediterranean Water Forum dan World Water Forum di Bali pada 2024 lalu.

Kesukesan hubungan kerjasama bilateral Indonesia-Tunisia ini menunjukkan bahwa diplomasi kedua negara bukan hanya soal masa lalu yang penuh sejarah, tetapi juga masa depan yang saling menguatkan, baik dalam ekonomi, pendidikan, budaya, maupun solidaritas global.

Diplomasi Persahabatan Bung Karno dalam Hubungan Kedua Negara Mutakhir

Hubungan Indonesia-Tunisia dibangun di atas semangat persahabatan. Setidaknya, ada enam nilai diplomasi Bung Karno dalam hubungan kedua negara mutakhir. Pertama, diplomasi gotong-royong.

Faktanya, gotong-royong ala Pancasila terus menjadi dasar diplomasi Indonesia di Tunisia. Setidaknya peristiwa itu terpotret dari bagaimana diplomasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Zuhairi Misrawi mampu membawa Indonesia-Tunisia semakin bergerak ke arah yang berkemajuan.

Nilai gotong-royong itu dibawa dalam semangat persahabatan kemanusiaan dan kerja sama budaya serta ekonomi—seperti yang ditegaskan Duta Besar Zuhairi Misrawi bahwa diplomasi Indonesia adalah diplomasi persahabatan dan solidaritas kemanusiaan.

Kedua, diplomasi moderasi beragama. Diplomasi Indonesia–Tunisia turut mempromosikan nilai-nilai moderasi agama dan kesetaraan global, mengadopsi warisan diplomasi Bung Karno yang meyakini bahwa negara berkembang harus berperan aktif di forum global memperjuangkan keadilan dan perdamaian.

Sementara yang ketiga, diplomasi pendidikan dan budaya. Duta Besar Zuhairi menyadari pentingnya kurikulum soft power Indonesia. Dalam berbagai programnya, ia mendorong pertukaran pelajar Indonesia-Tunisia melalui Beasiswa Indonesia Bangkit (MOSMA), penerimaan mahasiswa UIN untuk studi di Universitas Zaitunah, penambahan kuota mahasiswa Indonesia di Universitas Zaitunah Tunisia, dibukanya peluang bagi pelajar Indonesia untuk menempuh studi di beberapa kampus umum di Tunisia, hingga promosi Islam moderat melalau berbagai forum diskusi dan seminar.

Selain itu, Duta Besar Zuhairi juga secara produkti melakukan berbagai penerjemahan buku dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Arab seperti pidato 1 Juni Bung Karno, Api Islam, Indonesia-Tunisia sahabat, hingga karya-karya pemikiran keislaman Nurcholish Madjid dan Ahmad Syafii Maarif.

Keempat, diplomasi kuliner Nusantara. Melanjutkan ide diplomasi kuliner Bung Karno dalam Mustikarasa, Duta Besar Zuhairi mendukung dibukanya restoran Indonesia, hingga promosi pangan rempah Nusantara di berbagai forum. Kuliner menjadi jalan lembut menyambung hati dan membangun brand Indonesia di Tunisia. Di setiap pagelaran budaya Indonesia di Tunisia, kuliner Nusantara menjadi menu penting diplomasi.

Kelima, diplomasi kebudayaan. Duta Besar Zuhairi aktif melakukan diplomasi budaya melalui ziarah kubur—khususnya ke makam Syaikh Tahir bin ‘Asyur, Syaikh Abu Hasan al-Syadzuli, serta tokoh ulama ternama di Tunisia. Program ziarah bulanan — sebagaimana yang ia lakukan secara rutin — menjadi viral dan menumbuhkan penghargaan tinggi terhadap tradisi serta sejarah Tunisia, sekaligus memperkuat hubungan spiritual kedua negara.

Terakhir, pemberdayaan mahasiswa sebagai agen diplomasi. Duta Besar Zuhairi memberi perhatian khusus kepada kaum muda Indonesia di Tunisia. Ia menjadikan pelajar sebagai “jembatan diplomasi”—melalui kegiatan PPI Tunisia, PCI Muhammadiyah Tunisia, PCI Nahdlatul Ulama Tunisia, Pusat Studi Islam dan Sukarno, kursus Bahasa Indonesia, kajian peradaban bersama para Duta Besar negara sahabat dan intelektual Tunisia, serta pertukaran budaya yang memperkokoh citra Indonesia di mata dunia Islam.

Dalam konteks ini, Duta Besar Zuhairi Misrawi bertindak sebagai jembatan hidup antara warisan diplomasi Bung Karno dan dinamika modern hubungan Indonesia–Tunisia. Dengan memadukan nilai persahabatan, gotong royong, moderasi beragama, serta pendekatan ekonomi, budaya, dan pendidikan, ia berhasil membumikan filosofi diplomasi yang dulu dirintis Bung Karno dalam konteks kekinian.

Potret diplomasi ini tidak hanya mempererat hubungan dua negara, tetapi juga memperkuat identitas dan citra Indonesia sebagai negara yang moderat, toleran, dan berbudaya.

Melanjutkan Diplomasi Persahabatan Bung Karno

Hubungan bilateral Indonesia–Tunisia hari ini menjadi bukti kuat bahwa warisan diplomasi Bung Karno tetap mengilhami nilai persahabatan, solidaritas, dan kerja sama global. Dari dukungan terhadap kemerdekaan Tunisia hingga kerjasama demokrasi, ekonomi, pendidikan, dan budaya modern, Indonesia-Tunisia meneguhkan komitmen bersama untuk membangun dunia yang lebih adil, damai, dan inklusif.

Diplomasi yang dibangun di atas nilai-nilai tersebut merupakan teladan bagaimana Indonesia dan Tunisia bisa melanjutkan semangat Bung Karno sebagai panglima diplomasi yang mengabdi bukan hanya untuk bangsa sendiri, tapi juga untuk humanitas global. Tunisia tidak hanya mitra diplomatik Indonesia di Afrika Utara, tetapi juga sahabat ideologis yang menghayati nilai-nilai kemerdekaan, keadilan, dan solidaritas.

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, kerja sama antarnegara yang berakar pada sejarah kemanusiaan seperti ini menjadi sangat langka sekaligus berharga.

Kini, tugas kita, generasi muda adalah merawat hubungan ini, memperluas kerja sama di bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi kreatif. Karena sebagaimana Bung Karno dan Habib Bourguiba dulu berjuang bersama dalam semangat solidaritas, maka Indonesia dan Tunisia pun bisa melangkah bersama membangun peradaban yang adil dan beradab.

Duta Besar Zuhairi Misrawi secara konsisten menegaskan bahwa hubungan Indonesia–Tunisia memiliki fondasi historis yang kuat sejak era Bung Karno dan Habib Bourguiba. Ia menyebut bahwa persahabatan ini adalah aset diplomatik yang tak ternilai dan harus diterjemahkan dalam kerja sama konkret saat ini dan seterusnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Rewriting Indonesian History & the Distortion of Statements by Indonesia’s Minister of Culture

Author: Khazna Fania Khidri Irfani Kopiah.Co - The controversial statement made by Indonesia’s Minister of Culture, Fadli Zon, describing the...

Artikel Terkait