Kopiah.Co – 78 tahun sudah Pancasila hadir ditengah-tengah kita menjadi sebuah pedoman keteladanan yang mewakili keragaman Indonesia. Indonesia yang tercipta dari kelompok-kelompok yang multikultural dan plural, baik etnis, kelas sosial, jenis kelamin, maupun wilayah.
Pancasila tetap mampu eksis menghadapi pertarungan mahabharata ideologi-ideologi besar dunia. Tak lekang oleh waktu dan terus mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern. Sejak diperkenalkan oleh bung Karno pada sidang BPUPKI pertama pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sang founding father mengatakan bahwa Pancasila adalah perwujudan dari gotong royong yang menjadi penggambaran dari satu usaha, satu amal, satu pekerjaan. Gotong royong Pancasila sebagai pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama.
Dalam perjalanannya hingga sekian tahun, Pancasila mengalami demoralisasi, mengalami kelunturan keteladanan yang digambarkan dari perilaku penduduk bangsa yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Pancasila yang mengedepankan ketuhanan penuh welas asih dan toleran, Pancasila yang memberikan semangat cinta dan memiliki tanah air, Pancasila yang mengutamakan kepentingan umum dengan rela berkorban.
Hal tersebut tentunya tergambar dari beberapa survei terkemuka yang dilakukan beberapa minggu sebelum peringatan hari lahir Pancasila. Salah satunya adalah survei yang dilakukan oleh Setara Institut dan INFID yang menyatakan bahwa 83.3 persen siswa sekolah menengah atas menganggap bahwa Pancasila bukan ideologi dan dapat diganti. Sangat menyakitkan ketika mengetahui hal tersebut. Kita semua terenyak bahkan jika membayangkan mereka sebagai harapan bangsa yang akan memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia ini beranggapan bahwa Pancasila bukanlah Ideologi bangsa.
Lalu timbul pertanyaan, Siapakah yang harus ditersangkakan atas ini semua? Apa yang menyebabkan kelunturan keteladanan dan demoralisasi terhadap nilai-nilai luhur Pancasila?
Perjalanan sebuah bangsa besar melawan imperialisme, kolonialisme, dan penjajahan adalah perjuangan untuk memerdekakan bangsa dari belenggu penindasan. Lalu Pancasila lahir sebagai bulir harapan untuk membakar semangat perjuangan itu. Pancasila memupuk semangat gotong royong, Pancasila menjadi penghimpun api pergerakan yang menghimpun seluruh elemen masyarakat tanpa memandang etnis, ras, dan agama. Memberikan kesetaraan kepada sesama bahwa bukan saja bangsa Indonesia yang bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan. Tuhannya sendiri.
Bagi Bung Karno, Pancasila ada ruh bangsa Indonesia, sebagai titik balik kalimatun sawa yang membawa kesetaraan bagi sesama. Hal itu senada juga dengan pemikiran seorang ulama besar Tunisia, Syaikh Thahir Ibn Asyur yang mengatakan perlu adanya al ittifaq al mabdai di dalam masyarakat yang hidup multikultural dan plural.
Dan sekarang, mari kita sejenak melihat arus balik perjalanan doktrinasi Pancasila sebagai ideologi negara. Bung Karno mengatakan bahwa isi Pancasila sangatlah dinamis yang berarti untuk semua golongan, akan tetapi Pancasila sebagai ideologi negara adalah ajeg, tetap, dan tidak dapat diubah.
Dalam kilas balik sejarah, pemahaman-pemahaman semacam ini terkandung dalam penataran pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4) yang menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah-sekolah dan diberlakukan sejak tahun 1978. Sehingga terciptalah pemahaman masyarakat yang cukup dalam perihal Pancasila sebagai ideologi negara yang termaktub di pembukaan UUD 1945 sebagai hal yang tidak dapat diubah. Hanya batang tubuh UUD 1945 lah yang dapat diubah. Dan tentu dengan persyaratan yang tepat.
Begitulah akhirnya timbul pemahaman dimasyarakat hingga akhirnya pelengseran orde baru menjungkirbalikkan semua itu. Pelajaran (P4) ikut serta dalam pelengseran era itu. Sehingga pelajaran khusus tentang nilai-nilai luhur Pancasila akhirnya diakulturasi dan bercampur dengan pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn). Disusul dengan keluarnya UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 tentang penghapusan Pancasila dari kurikulum pendidikan nasional.
Akhirnya, Pancasila tereduksi dan tercampur dengan pendidikan kewarganegaraan sehingga melahirkan dogma bahwasanya Pancasila hanyalah hafalan belaka. Bukanlah tentang penghayatan (Internalisasi) dan pengamalan (Aktualisasi). Hal ini membuat nilai-nilai Pancasila mengalami demoralisasi dan kelunturan ketauladan karena hanya dijadikan bagian kecil dari pendidikan kewarganegaraan.
Ribuan gagasan sampai jutaan solusi terus dibuat dan digembleng oleh pemerintah untuk terus membuat Pancasila eksis dan relevan. Pada tahun 2018 pemerintah melalui presiden Jokowi meridoi adanya pembentukan Badan Pembinaan ideologi Pancasila (BPIP) sebagai bentuk respon pemerintah terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Megawati Soekarnoputri selaku dewan pembina BPIP pun dalam beberapa sambutannya berpesan agar BPIP selalu menjadi garda terdepan dari pembinaan, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara.
Lalu pengoptimalan media sosial yang menjadi bagian dari perkembangan zaman pun turut digunakan sebaik mungkin untuk menyebar luaskan kembali doktrinasi Pancasila agar senantiasa Pancasila tetap hadir ditengah-tengah pergumulan masyarakat yang multikultural dan plural sehingga terciptanya keadilan sosial sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita para pahlawan bangsa dalam merumuskan Pancasila.
Pancasila harus juga dibungkus semillenial mungkin semodern mungkin agar para kawula muda calon-calon pemimpin bangsa bisa memahami nilai-nilai luhur Pancasila. Sehingga melahirkan jiwa -jiwa muda yang Pancasilais, yang mengerti kebutuhan bangsa, berketuhanan welas asih, memuliakan Hak Asasi manusia, mengembangkan gotong royong dan kekeluargaan, menjunjung daulat rakyat, dan memajukan kesejahteraan umum.
Untuk mewujudkan itu semua, untuk menunjukkan hasil yang besar dari itu semua. Bung Karno pernah mengingatkan, “Kita harus memberikan jiwa raga kita itu sama sekali, jangan separuh-paruh, sebab tuhan benci kepada orang yang separuh-paruh.” Maka kita harus memberikan jiwa raga sepenuhnya untuk terus menjaga Pancasila yang digali dari bumi bangsa. Bukan dilahirkan apalagi diadopsi. Tidak boleh sekalipun kita putus pengharapan. Dengan semangat kebersamaan dalam perbedaan, Pancasila akan terus hadir dalam sanubari setiap anak bangsa Indonesia.
“Pancasila tidak dapat diubah” Izin mengkiritisi min, konstitusi kita sudah mengatur bahwasanya pada bab perubahan undang-undang dasar pasal 37 yg tidak boleh dirubah itu hanya bentuk negara republik Indonesia, jadi selebihnya bisa dirubah.
Biar seru aja min agar timbulnya diskusi hehe
Akmal selalu keren forever, suksess!