Revolusi Pesantren 5.0

Artikel Populer

Harviansyah Akmal
Harviansyah Akmal
Penulis adalah Peneliti Pusat Studi Islam dan Sukarno, Mahasiswa Universitas zaitunah Tunisia

Kopiah.Co — Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan revolusi Industri 5.0, mulai berkembang pula kebutuhan umat Islam saat ini. Keragaman kebutuhan umat saat ini tentu didasari oleh berbagai faktor ; eksternal dan internal. Maka seluruh kalangan yang mengamini sebuah transformasi sosial, sebuah perubahan tatanan masyarakat, dan kebutuhan umat, perlu mengafirmasi bahwa dibutuhkan sebuah perubahan fundamental yang bisa dimulai dari sebuah lembaga pendidikan keagamaan bernama pesantren.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki peran sentral dalam mencetak kader dan menjawab problematika umat. Pesantren sudah eksis berabad-abad menjadi pionir umat, berupaya memberikan kontribusi terbaiknya bagi terciptanya ekosistem muslim yang dicita-citakan, muslim yang rahmatan lil ‘alamin.

Akan tetapi, tanpa bermaksud untuk mengecilkan baju pesantren yang berperan dalam membina umat, patut disadari secara kolektif, bahwa dibutuhkan sebuah revolusi terhadap pengembangan pendidikan dan juga Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan pesantren. Pesantren perlu membuka mata terhadap seluruh dinamika yang terjadi di luar sana, melihat prospek apa yang dapat diperankan oleh pesantren dalam merespons perubahan jaman, keberagaman kebutuhan umat, hingga isu hidup berdampingan antar umat beragama.

Dalam sebuah buku karangan Muslim Abdurrahman yang berjudul Muslim Transormatif (1995) dikatakan bahwa peranan pesantren selama ini adalah sebagai agen ortodoksi Islam yang paling penting. Artinya, pesantren lebih banyak memperhatikan bagaimana menjaga kesinambungan pemurnian ajaran islam dari tarikan akulturatif berbagai unsur sistem kepercayaan lokal atau asing, yang dianggap dapat menyimpangkan ajaran Islam dari keasliannya. Akibatnya, di samping menjadi “makelar kebudayaan” (cultural broker), fungsi pesantren sebagai filter unsur-unsur luar tampaknya lebih dominan, agar keutuhan ajaran islam tetap terjaga.

Akhirnya, diperlukan sebuah transformasi besar-besaran, jika dalam tataran industri biasa disebut dengan revolusi industri 5.0, maka dalam konteks pesantren, bisa kita sebut sebagai revolusi pesanten 5.0.

Inklusivitas Pesantren

Sepanjang perjalanannya, pesantren selalu dikaitkan dengan budaya tradisionalis. Dimana pesantren menjadi pengelola dogma-dogma keagamaan, juga mempertahankan ajaran-ajaran keilahian dan kenabian yang suci. Tentunya hal itu memang merupakan karakteristik lembaga pendidikan keagaaman. Tetapi dalam bertahan di arus modernisasi, pesantren perlu membuka lebar-lebar dunia luar agar dapat dipahami secara jelas sebetulnya apa yang dibutuhkan oleh umat. Karena selama ini, pesantren dianggap telah menciptakan subkultur tersendiri. Hal ini pula yang ditekankan oleh Muslim Abdurrahman dalam judul buku yang masih sama, bahwa subkultur atau corak pandangan itu lebih menekankan bagaimana membentuk kehidupan hamba Allah yang patuh dan kuat, sebelum ide modernisasi mendekati dan menyentuh kehidupan subkultur pesanten. Dengan hadirnya sejumlah isu baru tentang, Artificial Intelligence (AI), informatika dan Teknologi, MIPA, dan humaniora.

Maka diperlukan sebuah transformasi fundamental terhadap ekosistem pesantren. Penerapan konsep teologi di pesantren harus dimulai dengan konsep-konsep yang tidak hanya menyentuh hal-hal yang transendental, tetapi juga beririsan dengan realitas sosial, sehingga itu menjadi bagian dari agenda agama. Para penimba ilmu di pesantren sudah harus dibekali kemampuan-kemampuan saintek, humaniora, juga teknologi. Implikasinya, para santri -sebutan bagi penuntut ilmu di lingkungan pesantren- memiliki daya jual tinggi ketika tamat dari pendidikan pesantren. Mereka tidak kaget dengan pesatnya perkembangan jaman dan dapat bersaing dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya.

Pedagogi Pendidikan Islam

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sistem belajar mengajar di pesantren adalah sistem yang mengedepankan didaktis-metodis. Dimana proses pembelajaran hanya menciptakan “transmisi pengetahuan agama”, bahwa apa yang disampaikan oleh seorang guru benar adanya. Akibatnya, para anak didik tidak mampu mengeksplorasi pengetahuan yang telah ia serap. Mereka terkurung dalam jerusi besi proses internalisasi ajaran agama yang dogmatis, seolah-olah merupakan sistem pengetahuan yang ketat, dan pakem.

Hal ini perlu ditransformasikan secara fundamental, pesantren perlu menemukan filsafat pendidikan Islam tersendiri, tidak terpaku terhadap hal-hal eksperimental yang menjadi dasar filsafat pendidikan ala barat. Misalnya, penggambaran terhadap seseorang yang disebut “shaleh”, atau “insan kamil”. Selama ini, definisi hal-hal tersebut terpaku terhadap sesuatu yang sifatnya penghambaan formalistik. Mereka yang melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, dan membayar zakat. Maka, perlu ditambahkan sebuah pedagogi baru yang lebih substansial dan mengena kepada realita sosial agar tercipta proses yang mewarnai dimensi baru kehidupan peserta didik. Dimana mereka akhirnya berkeyakinan bahwa misalnya, memiliki moralitas, integritas, dan memanusiakan manusia merupakan salah satu bagian dari “insan kamil dan “shaleh”.

Akhirnya, proses pedagogi pendidikan pesantren memiliki relevansinya tersendiri terhadap perkembangan jaman. Pesantren tetap akan memiliki tempat tersendiri dalam mewarnai kemajuan teknologi dan informasi. Para peserta didik juga tidak hanya menjadi konsumen moral atau penonton kemajuan saja, mereka dapat menjadi agen of change dan aktor utama dalam proses perubahan tersebut. Menjadikan pesantren sebagai lembaga keagamaan yang tidak alergi modernisasi dan transformasi sosial.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Trickle-Down Effect dan Kegagalannya Mengentaskan Kemiskinan.

Kopiah.co - Gagasan trickle-down effect atau “efek tetesan ke bawah” pernah menjadi teori populer dalam kebijakan ekonomi neoliberal, terutama...

Artikel Terkait