Kopiah.Co — “Habemus Papam.” Akhirnya suara itu terdengar di setiap sudut gedung Basilika Santo Petrus, Vatikan. Tertanda bahwa sudah ada Paus baru yang terpilih dan akan segera diperkenalkan ke hadapan publik. Selang beberapa menit, keluarlah seorang Kardinal -kelak menjadi Paus- menyambut umatnya, memberikan Urbi et Orbi nya, dan mengambil nama Leo XIV sebagai nama Apostoliknya. Ia adalah Robert Francis Prevost, seorang Kardinal yang lahir di Chicago, Amerika Serikat.
Sepeninggal Paus Fransiskus yang mangkat pada 21 April 2025, Vatikan, sebagai pusat Katolik dunia saat ini sibuk melakukan prosesi pemilihan Paus yang disebut Konklaf. Belasan prosesi telah dilalui dari masa Sede Vacante yang berarti kosongnya kursi kepausan, hingga masa konklaf untuk memilih Paus baru, semua dilalui dengan keadaan khidmat. Seluruh media massa di dunia, setiap harinya terfokuskan untuk memberikan informasi faktual terkait siapakah Paus baru yang akan menjadi suksesor dari perjalanan kepemimpinan Paus Fransiskus yang sudah berjalan selama kurun waktu dua belas tahun.
Paus Fransiskus sendiri semasa kepemimpinannya terkenal sangat frontal dan berterus terang tentang isu-isu yang sedang melanda dunia. Isu peperangan, eskalasi politik luar negeri yang memanas, keberpihakan kaum miskin, dan masalah lingkungan, semua tidak luput dari pengamatan Paus Fransiskus. Di samping itu, Paus Fransiskus juga selalu mengedepankan dialog antar agama dalam menyelesaikan dan mengatasi problematika umat. Hal ini, disadari dapat menghindari adanya ketegangan dalam keberagamaan di masa modern.
Tentunya dalam hal ini, diharapkan Paus yang terpilih adalah ia yang mengerti problematika umat saat ini, menjunjung tinggi dialog antar umat beragama, juga menjadi suksesor dari perjalanan pengabdian pendahulunya, Paus Fransiskus. Hingga akhirnya, terpilihlah seorang Kardinal bernama Robert Francis Prevost. Ia mengambil nama Leo XIV yang terinspirasi dari pendahulunya Leo XIII. Paus yang menginisiasi Rorum Novarum. Sebuah khotbah yang berisi tentang keberpihakan kepada kaum pekerja, anti kapitalisme perindustrian, dan memprioritaskan upah gaji. Sehingga, seluruh publik menunggu kebijakan seperti apa yang akan dicanangkan oleh Paus Leo XIV, dan bagaimana perannya dalam membangun eksistensi dunia serta mengedepankan perdamaian antar umat beragama.
Pope Leo XIV dan Amerika Serikat
Setelah terpilih sebagai Paus ke- 267, menjadikannya sebagai Paus pertama yang berasal dari Amerika Serikat, dan kedua dari Benua Amerika. Dididik di bawah naungan Ordo Santo Agustinus, salah satu Ordo terbesar dalam sejarah Katolik, dan terpilih menjadi pemimpin Ordo tersebut dua kali, membuatnya memiliki pengalaman mumpuni dalam mengurus kebutuhan umat. Akan tetapi, timbul sedikit keraguan di antara publik, dengan identitasnya sebagai seorang yang berasal dari Amerika Serikat, publik bertanya-tanya apakah Paus Leo XIV akan memihak kebijakan-kebijakan Amerika Serikat? Atau malah sebaliknya? Ditambah dengan beberapa kontroversi kebijakan pemerintah Amerika Serikat saat ini, yang digadang-gadang dapat mengganggu stabilitas perdamaian dunia.
Namun, perjalanan pengabdiannya berkata lain. Mengabdi sebagai seorang Uskup di Peru dalam kurun waktu lebih dari dua puluh tahun, membuat Paus Leo XIV dekat dengan realita masyarakat Amerika Latin. Kemiskinan, kesenjangan sosial, masalah kesehatan, sudah menjadi santapan pengabdiannya sehari-hari. Membuat publik semakin yakin bahwa dalam perjalanan kepemimpinannya nanti, Paus Leo XIV akan berkonsentrasi dalam kebijakan sosial masyarakat, di mana Gereja menjadi tempat bernaung bagi seluruh manusia tanpa kelas dan tanpa kasta.
Hal ini, diperkuat dalam pernyataan Paus Leo XIV yang disampaikan ketika ia bertemu dengan para Kardinal. Bahwa ia, akan berfokus terhadap relevansi Gereja dalam menghadapi permasalahan sosial, dan juga tantangan hadirnya Artificial Intelligence yang berpotensi mengancam martabat manusia.
Selanjutnya, Dalam beberapa media sosialnya juga terlihat bahwa Paus Leo XIV banyak mengkritik kebijakan yang dijalankan oleh Donald Trump. Ia mengkritik bagaimana Trump cukup anti terhadap migran yang datang ke Amerika Serikat, sehingga Paus Leo XIV bertentangan dengan Trump dalam kebijakan tersebut.
In Illo Uno Unum “Dalam Dia Yang Satu, Kita Menjadi Satu”
Selanjutnya, Paus Leo XIV memilih sebuah motto yang sarat makna persatuan. Di mana saat ini persatuan menjadi sebuah hal esensial yang mulai luntur dari permukaan kehidupan masyarakat. Berbagai lapisan dari tingkat regional hingga Internasional mulai dilanda perpecahan. Sehingga, Paus Leo XIV melalui motto pengabdiannya berusaha untuk mengajak publik masyarakat dari segala lapisan untuk menciptakan persatuan yang erat.
“In Illo Uno Unum” bukanlah sebuah motto belaka. Itu adalah sebuah kesadaran untuk mengajak masyarakat bersatu memberantas kemiskinan, ketimpangan sosial, dan reformasi sosial yang memberikan angin segar untuk seluruh golongan. Sebagai seorang Paus yang memiliki latar belakang seorang misionaris, membuatnya memiliki pemahaman komprehensif tentang solusi dan terobosan mengatasi isu-isu tersebut. Apalagi, ini merupakan dasar inti dari pengabdian pendahulunya, Paus Fransiskus.
Motto ini, di samping memancarkan keinginan Paus Leo XIV untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan, juga menggambarkan tentang komitmen Paus Leo XIV terhadap penindasan dan anti kolonialisme. Hal ini, dibuktikan langsung oleh Paus Leo XIV ketika menyapa umat Katolik melalui jendela Basilika Santo Petrus, sebelum membacakan Regina Caeli, Minggu, 11 Mei 2025. Bahwa komitmen Paus Leo XIV terhadap Gaza, Ukraina, dan peningkatan Eskalasi politik luar negeri antara Pakistan dan India, harus diselesaikan melalui dialog perdamaian dan mengutamakan keselamatan masyarakat sipil.
Koeksistensi Antar Agama
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pendahulunya, Paus Fransiskus sangat erat berhubungan dengan komunitas agama lainnya, salah satunya adalah Islam. Paus Fransiskus memiliki kedekatan yang sangat kental dengan Masyayikh dan Grand Imam Al-Azhar, Syaikh Ahmad Al-Thayyib. Bahkan, Syaikh Ahmad Al-Thayyib dalam rilis berkabungnya secara terang-terangan menyebutkan bahwa Paus Fransiskus adalah sahabat persaudaraan dan kemanusiaan.
Sebagai seorang muslim, tentunya penulis memiliki harapan besar bahwa Paus Leo XIV, sebagai pimpinan Takhta Suci Vatikan, dan Bapa suci umat katolik dapat melanjutkan koeksistensi yang sudah terjalin erat. Sehingga dengan adanya jalinan yang kokoh ini, ketegangan-ketegangan antar umat beragama yang terpercik di permukaan dapat direduksi melalui dialog-dialog yang dilakukan oleh pembesar masing-masing umat beragama.
Publik tentu mengetahui, bagaimana hasil dari eratnya nilai-nilai persaudaraan dan kemanusiaan yang dijunjung oleh masing-masing umat beragama ini membawa angin segar terhadap persatuan dan kesatuan. Sehingga dengan harapan keberlanjutan yang dilakukan oleh Paus Leo XIV ini, maka “The Document on Human Fraternity For World Peace and Living Together” yang dicetuskan oleh Paus Fransiskus dan Syekh Azhar di Uni Emirat Arab itu tidak menjadi dokumen mati saja. Dokumen itu akan terus berlanjut menjadi sebuah realisasi kehidupan dan kesepakatan kolektif kolegial yang harus dijunjung tinggi oleh masing-masing umat Islam dan Katolik.