Taliban: dari Krisis Sejarah hingga Krisis Kemanusiaan

Artikel Populer

Muhammad Farhan al Fadlil
Muhammad Farhan al Fadlil
Mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir | Tim penulis numesir.net | penikmat kopi dan buku

Setelah dunia dikagetkan dengan keputusan Taliban yang melarang perempuan Afghanistan untuk melanjutkan kuliah di universitas (20/12), kini dibuatlah keputusan baru bahwa perempuan juga dilarang bekerja di oraganisasi non-pemerintah, baik yang lokal maupun internasional. Dilansir dari Al Arabiya (24/12) bahwa Menteri Perekonomian Afghanistan telah mengeluarkan surat edaran kepada semua organisasi non-pemerintah untuk tidak mengizinkan perempuan dalam bekerja.

Perlahan namun pasti, kecemasan masyarakat Afghanistan akan terulangnya tindakan otoriter saat Taliban memerintah pada masa silam (1996-2001) terulang kembali. Belakangan Taliban mengungkap mengapa tindakan ekstrem itu dilakukan, sebagaimana dilansir dari Al Ahram (15/1), Zabihullah Mujahid sebagai juru bicara Taliban mengatakan, “Emirat Islam berusaha untuk mengatur semua hal, sesuai dengan hukum Islam dan pemerintah tidak dapat mengizinkan tindakan melawan hukum Islam di negara tersebut.”


Melihat fakta yang memilukan ini, kita bertanya-tanya, hukum islam yang bagaimanakah yang dimaksud oleh Taliban.


Dari sekian ratus bahkan ribuan ulama Islam di seluruh penjuru dunia, siapakah yang mempunyai pandangan dan tafsir yang sama seperti yang dikehendaki oleh Taliban itu? Sejak kapan Islam menjadi momok bagi kebebasan dan kemerdekaan kaum perempuan? Entah kenapa dengan melihat fakta yang memilukan itu, saya teringat dengan oknum-oknum yang masih ngotot dan bercita-cita sampai detik ini untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Wajah keberagamaan seperti di Afghanistan itukah yang mereka inginkan dan cita-citakan?

Pihak Internasional mengecam tindakan biadab tersebut. Kita melihat Grand Syekh Azhar Ahmad Tayyib berada di garis depan sebagai reaksi penolakan. Dalam risalahnya, Syekh Azhar menerangkan bahwa tindakan melarang perempuan dari pendidikan berlawanan dengan syariat Islam dan sepirit dakwah Islam sendiri yang mengajarkan untuk belajar ” dari ayunan hingga liang lahat”, yakni spirit belajar sepanjang hayat.

Bagaimana mungkin untuk dibenarkan, sedangkan sejarah mencatat bahwa lebih dari dua ribu hadis yang tercatat dalam kitab-kitab hadis ialah hasil riwayat seorang perempuan mulia, yaitu Ummi al Mukiminin Sayyidah Aisyah Ra. Begitu juga tercatat dalam kitab Tahdzib al Tahdzib karya al Hafiz Ibnu Hajar yang dijuluki sebagai raja para pensyarah kitab Sahih Bukhari, bahwa terdapat sekitar 130 perempuan yang memiliki kepakaran seperti dalam riwayat hadis, fikih, sastra dan sejarah, yang mana mereka semua adalah seorang perempuan baik dari golongan sahabat, tabiiin hingga generasi setelahnya. Termasuk ke dalam golongan tersebut ialah Sayyidah Fatimah az Zahra, S. Aisyah, S. Hafsah, S. Ummu al Darda’, dan lainnya.

Lebih jauh lagi, dalam kitab ensiklopedis berjudul Mu’jam A’lam al Nisa’ karya Zainab al ‘Amili ( 1332 H) terdapat sekitar 450 biorgrafi yang mana mereka semua adalah para pembesar dari golongan perempuan yang ahli pada bidangnya masing-masing seperti ilmu syariat Islam, bahasa dan sastra.

Dari pemaparan di atas kita bisa melihat Islam dengan wajah indah berseri-seri. Yakni sejarah telah membuktikan perempuan dipandang begitu mulia dalam Islam. Pada masa jahiliah, perempuan tak diakui keberadaannya layaknya seorang laki-laki. Mereka dikesankan sebatas pemuas nafsu belaka. Maka setelah Islam datang, maka salah satu poin yang dirubah adalah sistem masyarakat yang zalim tersebut.


Allah Swt berfirman:


” Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. ” (Surat an Nisa:19)


Dalam soal pernikahan pun perempuan adalah pihak yang dirugikan. Jika laki-laki ingin menyunting perempuan, mereka boleh memilih siapa saja yang mereka inginkan, selanjutnya jika ingin mencerai, dengan seenaknya mereka melakukan begitu saja tanpa aturan yang adil dan belas kasihan. Lalu al quran merombak sistem itu.


” Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Surat al Baqarah: 228)


Selain itu, perihal hak dalam pendidikan pun tak luput dari orientasi ajaran Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw, ” menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimat”.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat perempuan sebagai orang yang mempunyai tekad yang tinggi dan lebih disiplin dan sistematis dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Malah banyak sekali perempuan tangguh yang dengan kegigihannya itu mereka terbuki lebih sukses dan mampu mengalahkan kaum laki-laki. Ditambah lagi, berlomba-lomba dalam kebaikan itu dalam Islam sangatlah dianjurkan.

Alkisah para perempuan mendatangi Nabi Saw, mereka mengajukan sebuah permohonan sekaligus pernyataan yang menarik, ” Wahai Rasulullah, kami akan mengalahkan kalian wahai kaum laki-laki, oleh sebab itu berilah untuk kami satu hari saja dari (waktu) dirimu. maka Rasulullah pun menentukan satu hari khusus untuk memberi nasehat dan mengajari mereka. ” ( lihat al Tafkir al Falsafi oleh Dr. Sulaiman Duniya hal. 312)

Dari penjelasan di atas, kita melihat betapa syariat Islam menghargai hak-hak kaum perempuan dan menatapnya begitu optimis. Jargon al islam salihun li kulli zaman, Islam senantiasa relevan dalam setiap zaman terlihat secara jelas sejak doktrin hingga perannya dalam membangun peradaban. Tapi cerita menjadi lain dan tampak buram saat tiba-tiba saja sebagian orang meneriakkan pengekangan terhadap perempuan. Upaya merenggut kebebasan serta hak-hak kaum perempuan seperti bersekolah dan bekerja jelas menandakan krisis kemanusiaan. Lebih menyebalkan lagi, kalau rupanya laku biadab semacam itu diatasnamakan sebagai penerapan syariat Islam. Mustinya penerapan syariat itu mencerahkan nalar dan memajukan imajinasi masa depan, bukan malah mengajak mundur menuju kegelapan dan kejahilan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Korelasi Antara Sufistik dan Politik: Membangun Spiritualitas Kebangsaan

Oleh Fadhilah Irsyad, Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah, Tunis. Kopiah.co - Tarekat dalam perkembangannya mengalami transformasi, tidak hanya sekedar metode penyucian jiwa,...

Artikel Terkait