Analisis Di Balik Jatuhnya Perdana Menteri Najla Bouden

Artikel Populer

Kopiah.Co — Pada 1 Agustus 2023 lalu, secara mengejutkan Presiden Kais Saied mengumumkan secara resmi melalui kantor kepresidenan mengenai pemberhentian Perdana Menteri Najla Bouden Romdhane dari tugasnya. Najla Bouden telah ditunjuk oleh Presiden Saied untuk menjadi PM Tunisia sejak 29 September 2021 menggantikan PM Hichem Mechichi. Hal itu sekaligus menobatkan dirinya sebagai PM perempuan pertama dalam sejarah Tunisia dan Negara-negara Arab.


Di hari yang sama, secara langsung Presiden Saied melantik Ahmed Hachani, mantan direktur Bank Central Tunisia untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Hukum, di Istana Negara, Carthage, menggantikan posisi Najla Bouden Romdhane. Ahmed Hachani menjadi pegawai di Bank tersebut selama 33 tahun dengan berbagai posisi jabatan.


Ketidakselarasan ide antara Presiden Saied dan PM Najla Bouden yang sudah mencuat ke publik sejak beberapa bulan yang lalu ditengarai sebagai penyebabnya. Dimulai sejak Presiden Saied dengan tegas menolak syarat-syarat yang diajukan IMF kepada Tunisia, agar Tunisia bisa mendapatkan pinjaman senilai 1,9 Milyar USD darinya.


Di antara syarat-syarat tersebut adalah mencabut berbagai subsidi yang diberikan negara kepada masyarakat, salah satunya roti. Presiden Saied menilai, syarat-syarat itu merupakan pendiktean dan intervensi pihak asing kepada kedaulatan Negara. Presiden Saied secara tegas menolak hal itu dengan mengatakan bahwa Tunisia mampu berdiri sendiri, karena Tunisia memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk menjadikannya sebagai negara maju.


Di sisi lain, PM Najla Bouden nampak kurang menghiraukan hal itu dan tetap berusaha melobi dengan berbagai cara supaya IMF menyetujui pinjaman senilai 1,9 Milyar USD tersebut. Sedikit demi sedikit subsidi negara mulai dikurangi. Mulai dari subsidi listrik, gas, kopi, air dan puncaknya adalah subsidi roti.


Dengan dicabutnya subsidi bahan roti (smid), meski tidak keseluruhan, menimbulkan banyak pengusaha yang gulung tikar. Puluhan pabrik roti di berbagai daerah ditutup. Sehingga hal ini menyebabkan Tunisia menderita krisis roti dalam beberapa bulan terakhir. Hal itu juga otomatis menimbulkan jumlah pengangguran baru di kalangan masyarakat.


Krisis roti yang berkepanjangan ini menimbulkan protes keras dari berbagai pihak dan lapisan masyarakat. Sebab roti adalah makanan pokok bagi warga Tunisia. Layaknya nasi bagi warga Indonesia.


Permasalahan roti adalah masalah yang sangat sulit untuk dinegosiasikan. Tragedi berdarah pernah terjadi di pertengahan tahun 80-an yang disebut dengan intifadat al-khubz (pemberontakan roti), dimana ribuan mahasiswa dan masyarakat bersatu melakukan unjuk rasa secara keras terhadap rezim Presiden Habib Bourguiba yang hendak menaikkan harga roti pada saat itu. Tragedi itu merenggut nyawa Fadhel Sassi, seorang aktivis ulung penggerak masa demo pada saat itu yang hingga kini namanya diabadikan sebagai syahid al-khubz (martir roti).


Peristiwa serupa pernah terjadi di masa rezim Zine el-Abidine ben Ali, dimana para demonstran pejuang revolusi yang sudah jengah akan kepemimpinannya meneriakkan dengan lantang di jalan-jalan “khubz wa ma’ wa ben ali la” (roti, air dan ben ali tidak). Hingga tak lama kemudian jatuhlah rezim Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun itu.


Kini, roti di kalangan warga Tunisia tidak hanya sekadar masalah konsumsi belaka, tapi dia telah menjelma menjadi alat ukur kekuatan hubungan antara pemerintah dan warga, juga menjadi alat ukur tingkat penerimaan dan kepuasan rakyat terhadap pemimpinnya.


Atas dasar ini, Presiden Saied tidak ingin mengambil resiko. Apalagi pemilu Presiden Tunisia tahun 2024 sudah di depan mata. Maka, demi melanjutkan kepemimpinannya di periode kedua, Presiden Saied tidak ingin prosentase kepuasan publik (approval rating) terhadap dirinya menurun. Sebab dirinya adalah Presiden terpilih pertama dalam sejarah Tunisia yang independen atau tidak berafiliasi partai politik manapun.


Dengan harapan memperbaiki segala situasi krisis di berbagai bidang , maka Presiden Saied mengganti PM Najla Bouden Ramadhan dengan PM yang baru.

Artikel ini ditulis oleh Idris Ahmad Rifai, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Az-Zaitunah, Tunis, Tunisia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Aktivis Muda NU Minta MK Gugurkan Abuse of Power yang Merusak Demokrasi

Kopiah.Co — “Kita harus buat pernyataan seperti ini, untuk suarakan kebenaran konstitusional dan spirit Pancasila", kata Nata Sutisna, Aktivis...

Artikel Terkait