Memahami Kharaj Sebagai Pajak dalam Islam

Artikel Populer

Pajak menjadi salah satu instrument penting dalam menjaga stabilitas keuangan suatu Negara. Pengertian pajak sendiri sederha, yaitu, pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Fungsi pajak adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran. Manfaat pajak digunakan untuk melakukan pembangunan hingga membayar gaji pegawai negeri.


Pada awal kemunculan Islam, salah satu strategi dakwah Nabi Muhammad adalah mendirikan Baitul Mal bagi umat muslim. Baitul Mal berperan sebagai tempat dana atau pusat pengumpulan kekayaan umat muslim yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Pada mulanya, sumber utama pendapatan Negara adalah Khums, Zakat, Kharaj dan Jizyah.


Pajak pertama adalah Khums yang dikeluarkan pada tahun dua Hijriyah, sedangkan Kharaj ditetapkan pada tahun tujuh Hijriyah setelah adanya penaklukan tanah Khaibar. Secara umum sistem perekenomian Islam terbagi menjadi tiga sektor, yaitu publik, swasta dan keadilan sosial. Terdapat tiga sumber penerimaan dalam sektor publik, yaitu kaum muslim, non-muslim dan sumber umum.


Kharaj mempunyai andil besar dalam likuiditas keuangan Baitul Mal saat itu. Kharaj sendiri merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat Muslim. Jika tanah yang diolah atau perkebunan milik orang non-muslim jatuh ke tangan orang Islam akibat kalah dalam pertempuran, aset tersebut menjadi bagian dari harta umat Muslim. Oleh karenanya, siapa saja yang ingin mengolah tanah tersebut, harus membayar sewa. Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup Kharaj.


Menyandang gelar sebagai tanah hasil rampasan perang, berbagai konfrontasi pun tidak dapat dihindari. Apabila terjadi hal tersebut antara umat Muslim dan non-Muslim yang berakhir damai, maka mereka membuat perjanjian damai guna menentukan apakah lahan yang diolah tetap menjadi milik orang non-Muslim atau diserahkan kepada kaum Muslim.


Dalam kasus pertama, untuk mempertahankan lahan mereka, kaum non-Muslim akan membayar Kharaj yang memiliki karakteristik pajak, bukan sewa, karena tanah tersebut masih tetap menjadi milik mereka. Akan tetapi, jika tanah tersebut menjadi milik Kaum Muslim, maka pajak tanah yang ditarik dianggap sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.


Dalam pandangan Islam, pajak atas tanah yang dilindungi oleh perjanjian damai berbeda dengan pajak hasil penaklukan dengan paksaan. Pada kasus terakhir, kepemilikan tanah berarti dimiliki oleh pihak Muslim, sedangkan pada kasus pertama menunjukkan bahwa tanah tetap berada pada kepemilikan sebelumnya yaitu orang non-Muslim. Yang mana pajak atas tanah akan bebas ketika mereka memilih untuk memeluk agama Islam.


Pajak tanah yang dipungut pada permulaan Islam jumlahnya tidak tetap. Hal itu tergantung tingkat kesuburan tanah dan hasil panen. Tanah yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, akan dikenakan pajak lebih besar dari tanah yang memiliki tingkat kesuburan rendah. Hal tersebut dibuktikan ketika Rosulullah memungut pajak kebun anggur dan kebun kurma lebih besar dari ladang gandum.


Seiring berkembangnya daerah kekuasaan Islam, berbagai permasalahan dalam perpajakan mulai muncul. Tak sedikit para cendikiawan muslim mulai menawarkan konsep perpajakan yang dianggap mempunyai relefansi pada permasalahan saat itu. Salah satunya adalah Abu Yusuf (731-798 M). Sedikit mengenal sosok Abu Yusuf, beliau adalah seorang ekonom Islam yang bernama Ya’qub bin Ibrahim Al-Baghdadi, lahir di Kufah pada tahun 731 M dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 798 M.


Salah satu karya Abu Yusuf yang cukup terkenal adalah kitab Al Kharaj. Kitab ini fokus membahas tentang perpajakan dalam Islam. Penulisan kitab Al Kharaj sendiri berdasarkan atas perintah dari Khalifah Harun ar-Rasyid.
Seperti halnya kitab-kitab sejenis yang lahir pada lima abad pertama Hijriyah, penekanan kitab karya Abu Yusuf ini terletak pada tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya. Secara umum, kitab Al Kharaj berisi tentang berbagai ketentuan agama yang membahas persoalan perpajakan, pengelolaan pendapatan dan pembelanjaan publik.

Dengan latar belakang sebagai fuqaha beraliran ahl ar-ra’yi, Abu Yusuf cenderung memaparkan berbagai pemikiran ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis Qiyas yang didahului dengan melakukan kajian mendalam terhadap Al-Qur’an, Hadits, atsar sahabi dan kebijakan pemimpin Islam yang saleh.


Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama pemerintah adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan masyarakat. Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi pada kesejahteraan umum.

Ketika berbicara tentang pengadaan fasilitas infrastruktur, Abu Yusuf menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab memenuhinya agar dapat meningkatkan produktivitas tanah. Mengutip dari perkataan Abu Yusuf dalam kitab Al kharaj : “jika proyek seperti itu menghasilkan perkembangan dan peningkatan dalam kharaj, anda harus memerintahkan penggalian kanal-kanal ini. Semua biaya ditanggung oleh keuangan Negara. (Abu Yusuf, Al Kharaj, Beirut, Daar al-Ma’rif,1979).


Namun demikian, Abu Yusuf menegaskan bahwa jika proyek tersebut hanya menguntungkan suatu kelompok tertentu, biaya proyek akan dibebankan kepada mereka sepantasnya. Menarik untuk diperhatikan bahwa persepsi Abu Yusuf tentang pengadaan barang publik muncul dalam teori konvensional tentang keuangan publik.

Teori konvensional mengilustrasikan bahwa barang-barang sosial yang bersifat umum harus disediakan secara umum oleh Negara dan dibiayai oleh kebijakan anggaran. Akan tetapi, jika manfaat barang publik tersebut diinternalisasikan, maka biaya akan dibebankan secara langsung kepada pihak yang bertanggung jawab.


Untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan ekonomi seperti di atas, Negara tentu membutuhkan administrasi yang efisien dan jujur serta disiplin moral beragama yang tegas dan bertanggung jawab. Perlakuan yang adil dan jujur terhadap para pembayar pajak tanpa adanya intervensi dari penagih dalam transaksi mampu menciptakan dampak yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pada pendapatan pajak.

1 COMMENT

  1. Sangat bermanfaat untuk menambah wawasan orang islam khususnya yang masih awam terkait pengetahuan pajak dalam islam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Bung Karno, Ibu Megawati, dan Imam Bukhari

Kopiah.Co — Ziarah Ibu Megawati Soekarnoputri ke makam Imam Bukhari di Samarkand, Uzbekistan (20/9) memberikan pesan tentang pentingnya spiritualitas...

Artikel Terkait