Mengenal kitab Tafsir Al-Tahrir wa al-Tanwir, sebuah Ensiklopedi Tafsir karya Ibn ‘Asyur.

Artikel Populer

Kopiah.Co – Bagi para pecinta ilmu pengetahuan, (khususnya) dalam bidang ilmu tafsir, pasti sudah tidak asing lagi dengan sosok mufassir kontemporer yang bernama Syaikh Muhammad Thahir Ibnu Asyur. Seorang ulama yang berasal dari bumi al-Khadra, Tunisia. Ia lahir dari keluarga yang agamis dan berpendidikan. Kakeknya adalah seorang Perdana Menteri Tunisia yang bernama Muhammad Aziz bin Muhammad Habib bin Muhammad Thayyib bin Muhammad ‘Attar pada masanya.

Kitab tafsir Al-Tahrir wa al-Tanwir merupakan magnum opus milik Syaikh Tahir Ibn ‘Asyur dalam bidang tafsir yang prestisius dan terkenal. Banyak para ulama dan mufassir Indonesia pun yang menjadikan kitab tafsir Al-Tahrir wa al-Tanwir sebagai rujukan dalam bidang tafsir dan ilmu tafsir.

Istimewanya, Ilmu tafsir senantiasa berkembang mengikuti kemajuan zaman. Hal ini menunjukkan betapa kayanya ilmu-ilmu yang dilahirkan oleh al-Quran. Sehingga, Ilmu tafsir dan kitab-kitab tafsir pun selalu muncul dengan corak dan ragam latar belakang yang berbeda serta berkemajuan. Misalnya, dalam perkembangannya terdapat kitab-kitab tafsir yang memiliki corak seperti corak tafsir fiqhi, falsafi, shufi, adab al-ijtima’I, dan lain-lain.

Di era modern saat ini, kita mengetahui bahwa telah hadir banyak kitab tafsir dengan corak yang bervariasi. Misalnya, kitab tafsir yang menggunakan corak adab al-ijtima’iy. Tafsir adab al-ijtima’iy adalah tafsir yang menyingkap balaghah, keindahan al-Qur’an dan ketelitian redaksinya. Kemudian mengaitkan kendungan ayat-ayat al-Qur’an dengan sunnatullah dan aturan hidup kemasyarakatan yang berguna untuk memberikan solusi atas problematika umat Islam masa kini serta seluruh umat manusia pada umumnya.

Salah satu kitab tafsir yang memiliki corak adab al-Ijtima’iy adalah kitab al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari. Kitab ini pun menjadi rujukan bagi para mufassir, termasuk Ibnu ‘Asyur dengan banyak mengutip dari kitab al-Kasysyaf ini. Karena, kitab tersebut menjadi kitab terbaik jika dilihat dari corak adab al-ijtima’iy. Selain itu, Ibnu ‘Asyur juga banyak mengutip penjelasan-penjelasan tafsir dari sisi linguistiknya yang merujuk pada kitab Tafsir al-Kasysyaf ini. Meskipun ia tidak sepenuhnya sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh al-Zamakhsyari dalam kitabnya al-Kasysyaf tersebut.

Kembali pada Kitab al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibn ‘Asyur. Ibn ‘Asyur memiliki latar belakang mengapa ia menyusun kitab tafsir tersebut. Dalam perjalanan intelektualnya, Ibnu Asyur memang bercita-cita menafsirkan Al-Qur’an. Ia ingin menjelaskan kepada umat manusia mengenai hal-hal yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tak hanya itu, ia pun ingin menjelaskan kebenaran, pelajaran dan akhlak mulia, kandungan balaghah (kebahasaan) dalam al-Qur’an, ilmu-ilmu dan maksud syari’at, serta pendapat para mufassir terhadap makna sejati yang disampaikan oleh al-Qur’an.

Cita-cita Ibnu Asyur ini sering diungkapkan kepada para sahabatnya, sembari meminta pertimbangan dan saran dari mereka. Sehingga, cita-cita mulia tersebut semakin lama semakin kokoh dan kuat. Demikianlah kemudian Ibnu Asyur menguatkan ‘azam-nya untuk menafsirkan al-Qur’an, dan meminta pertolongan dari Allah Swt. dengan harapan semoga dalam ijtihad yang ditegakkannya dapat terhindar dari kesalahan dan kekeliruan.

Melalui karyanya, Syaikh Tahir Ibnu ‘Asyur berusaha menempatkan diri sebagai penengah (bersikap moderat) terhadap perbedaan para ulama yang pada satu waktu sepaham dengan ulama lainnya, tetapi pada satu waktu lain berbeda pendapat.

Dalam muqaddimah pada kitab al-Tahrir wa al-Tanwir, Ibnu Asyur mengungkapkan, “Dalam tafsir yang saya tulis ini, saya fokuskan untuk mengungkap setiap I’jazul Qur’an, kelembutan (sisi balaghah) bahasa Arab yang terkandung dalam untaian ayat al-Qur’an, dan menjelaskan uslub-uslub (gaya bahasa) dalam penggunaanya. Serta saya pun menjelaskan hubungan ketersambungan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya”.

Al-Qur’an adalah sebenar-benarnya petunjuk Sang Pencipta kepada makhluk-Nya. Bahkan, al-Qur’an merupakan kitab yang menjadi pemelihara peradaban. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu ‘Asyur dalam magnum opusnya al-Tahrir wa al-Tanwir. Ia menyampaikan, “Sesungguhnya Allah Swt. menurunkan al-Qur’an untuk kebaikan seluruh umat manusia, rahmat bagi mereka untuk sampai kepada apa yang Allah kehendaki. Allah Swt. berfirman, “Dan Kami telah menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri”. An-Nahl : 89.

Adapun maksudnya adalah bahwa al-Qur’an hadir untuk memperbaiki kondisi individu, kolektif dan peradaban. Jelaslah, bahwa al-Qur’an adalah kitab yang memberikan nutrisi spiritual dan intelektual yang sangat dibutuhkan manusia. Ibn ‘Asyur pun pernah berkata, “Seandainya orang-orang Muslim kehilangan pengetahuan dan perlindungan Allah, dan hanya Al-Qur’an yang tersisa di antara mereka, niscaya mereka akan mencapai apa yang mereka butuhkan dalam urusan agama mereka”.

Dalam karyanya al-Tahrir wa al-Tanwir, Ibnu ‘Asyur juga ingin mengungkapkan tentang pemahaman al-Qur’an berdasarkan persoalan-persoalan ilmiah yang tidak diungkap oleh ulama terdahulu. Namun, Ibnu ‘Asyur juga menggarisbawahi bahwa pandangannya tidak mutlak hanya dimiliki oleh ia sendiri, dan tidak menutup kemungkinan ulama-ulama lainnya juga berpandangan yang sama dengannya serta menulis tafsir dengan cara yang ia tempuh.

Mengenai metode yang digunakan dalam tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Ibnu ‘Asyur menggunakan metode tahliliy dengan kecenderungan tafsir bi al-ra’yi. Dikatakan menggunakan metode tahliliy karena Ibnu ‘Asyur dalam menulis tafsirnya menguraikan ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang tertera dalam mushaf. Kemudian ia menjelaskan kata per kata dengan sangat detail mengenai makna kata, kedudukan, uslub (gaya bahasa Arabnya), serta aspek-aspek lainnya yang sangat luas.

Misalnya ketika menjelaskan lafadz (الحمد لله) dalam surat al-Fatihah, Ibn ‘Asyur menghabiskan 14 halaman dengan penjelasannya yang sangat rinci dan meluas. Selanjutnya Ibnu Asyur membagi muqaddimahnya hingga panjang lebar ke dalam sepuluh bagian. Keseluruhan pengantarnya berisi tentang landasan pemikiran Ibnu Asyur mengenai ilmu Al-Qur’an.

Kesepuluh bagian dalam muqaddimah tersebut antara lain ; muqaddimah pertama membahas Tafsir dan Ta’wil, muqaddimah kedua membahas tentang ilmu bantu tafsir, muqaddimah ketiga mengenai keabsahan tafsir selain bi al-ma’tsur, sekaligus makna tafsir bi al-ra’yi, muqaddimah keempat mengenai tujuan tafsir, muqaddimah kelima tentang asbab al-nuzul, muqaddimah keenam tentang qira’at, muqaddimah ketujuh mengenai kisah-kisah dalam al-Quran, muqaddimah kedelapan tentang sesuatu yang berhubungan dengan nama-nama al-Qur’an beserta ayat-ayat dan surat-suratnya serta tartib surat, muqaddimah kesembilan tentang makna global al-Qur ‘an, dan muqaddimah kesepuluh tentang i’jaz al-Qur’an.

Hal istimewa lainnya yang terdapat dalam kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir adalah bahwa kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir banyak memuat analisa kebahasaan. Karena faktanya, selain menjadi Mufassir, Ibnu ‘Asyur pun seorang ahli dalam bidang bahasa Arab. Dalam menafsirkan suatu ayat al-Qur’an, Ibnu Asyur banyak memberi keterangan dengan keindahan bahasa serta gramatika bahasa. Maka tak heran jika kitab tafsir karya Ibnu ‘Asyur ini pula menjadi rujukan para ulama tafsir, khususnya dalam hal analisa bahasa dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Ibnu ‘Asyur pernah berkata, “Saya benar-benar berusaha menafsirkan dalam tafsir Al-Qur’an mengenai hal-hal langka yang belum digarap oleh ulama tafsir lainnya”. Sangat tampak usaha yang telah dilakukan oleh Ibnu ‘Asyur untuk menampilkan “sisi lain” dari al-Qur’an.

Selain itu, kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibnu Asyur memiliki peran yang sangat penting dalam keilmuan tafsir kontemporer. Budaya kritisme dalam kitab tafsir karya Ibnu ‘Asyur sangat hidup dan harus dikembangkan. Dengan gayanya yang khas, tafsir ini telah menyumbangkan beberapa pemikiran yang sangat inovatif dan berkemajuan.

Abdul Mustaqim dalam karyanya Epistemologi Tafsir Kontemporer, ia menyampaikan bahwa paradigma tafsir kontemporer meniscayakan kritisme, objektivitas, dan keterbukaan. Dalam arti lain dapat dipahami bahwasanya produk penafsiran itu tidaklah kebal dari kritik. Tak hanya itu, salah satu ciri penafsiran kontemporer adalah penafsiran non-sekterian atau dengan kata lain seorang penafsir tidak boleh terjebak dalam kungkungan madzhab atau kelompok tertentu. Ibnu ‘Asyur juga dinilai sebagai ulama yang objektif. Meskipun ia menganut madzhab Maliki, tetapi ia tetap menekankan budaya objektivitas dalam karyanya.

Salah satu sikap objektif yang telah Ibnu ‘Asyur tunjukkan dalam kitabnya al-Tahir wa al-Tanwir adalah tatkala beliau mentarjih (mengunggulkan) madzhab yang berseberangan dengan madzhabnya sendiri. Inilah salah satu kontribusi Ibnu ‘Asyur dalam pengembangan ilmu tafsir. Bahwa seorang penafsir sah-sah saja menganut suatu madzhab asalkan mengetahui dalil-dalil dari suatu hukum atau suatu pandangan dari madzhab yang dianutnya serta selalu melakukan penelitian ulang dan memilih pendapat yang paling benar berdasarkan dalil-dalil yang ada.

Kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir nyatanya merupakan salah satu kitab tafsir yang penting untuk dikaji oleh para pengkaji tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an. Selain itu, asumsi dasar penafsiran serta pedoman penafsiran yang digagas oleh Ibnu ‘Asyur dalam kitab tafsirnya pun bisa menjadi pijakan ulama-ulama kontemporer dalam menulis karya tafsir. Di dalam kitabnya Ibnu ‘Asyur banyak memuat berbagai macam pembahasan, mulai dari bahasa, fikih, filsafat, dan lain-lain.

Sebagai penutup, dapat kita simpulkan bahwasanya kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibn ‘Asyur ini merupakan mata air keilmuan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Salim Abu ‘Ashi, bahwasannya kitab Tafsir karya Ibnu ‘Asyur adalah kitab tafsir terbesar dan terlengkap — atau sebuah ensiklopedi tafsir. Oleh karena itu, kitab ini harus menjadi pegangan para pelajar ilmu-ilmu keislaman masa kini dalam belajar dan memahami al-Qur’an.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Aktivis Muda NU Minta MK Gugurkan Abuse of Power yang Merusak Demokrasi

Kopiah.Co — “Kita harus buat pernyataan seperti ini, untuk suarakan kebenaran konstitusional dan spirit Pancasila", kata Nata Sutisna, Aktivis...

Artikel Terkait