Bung Karno: Saya Kurang Dinamis

Artikel Populer

Tulisan ini, merupakan bagian dari polemik sengit yang legendaris Sukarno dengan para ulama salah satunya A. Hassan  pendiri Persatuan Islam (PERSIS) dan natsir murid A.Hassan. Dalam majalah Adil oleh kaum yang menentang pemikiran Sukarno, Sukarno disebut terlalu dinamis. Sukarno mengiyakan dan menyebut bahwa sifat dirinya memang dinamis dan berterimakasih pula karena telah dianggap mempunyai sifat dinamis, Bung Karno mengatakan kalau memang begitu saya anggap sebagai satu kehormatan yang amat besar. Sebab saya mempunyai resep besar kepada orang-orang dinamis. Saya membuka topi kepada musuh yang dinamis dan menganggap tempe kawan yang tidak dinamis.” Bahkan Bung Karno mengatakan “siang dan malam saya berdoa kepada Allah agar supaya Allah sudi membuat saya lebih dinamis lagi.”

Pertama. Bung Karno mengatakan saya suka sekali membongkar, karena hanya dengan cara “membongkar” orang bisa mengeweg-eweg publik supaya publik bangun dan memperhatikan suatu soal. Menurut Bung Karno kalau kita mau membuat propaganda, harus memukulkan palu godam yang besar ke atas meja sehingga bersuara seperti Guntur. Karena menurut Bung Karno, Publik selalu mengantuk selalu tertidur dan bertabiat membeku. Kalau orang ingin meminta perhatian dengan cara muntar-muntir, Publik tidak akan memberikan perhatian itu melainkan akan tetap mengantuk. Sukarno memang suka sekali membongkar , Bung Karno menganggap itu sebagai satu amal, dia suka sekali main palu godam. Agar supaya suara pukulannya itu memperanjatkan publik yang hanya mau goler goleran saja, sehingga orang lantas mulai ramai berdebat dan berpikir.

Bung Karno bersyukur karena tulisan-tulisan dia di majalah Pandji Islam membuat orang onar, memang Bung Karno sengaja menjatuhkan palu godam di atas meja dan berharap  orang-orang membicarakan palu godam itu. Bung Karno menyebut Alhamdulillah karena tulisannya mengenai tabir dan Kemal atatruk tentang pemisahan negara dan agama dalam rethingking of Islam menjadi masalah yang panas dan mensinyalir kebekuannya para ulama-ulama, kejahatannya agama zonder akal, kepincangannya agama fiqih zonder meer, kepincangannya masalah agama dengan negara. Bung Karno bersyukur karena telah menggoyahkan banyak denkende geesten di Indonesia pada waktu itu.

Kedua, Bung Karno membiarkan publik “onar” membicarakan habis-habisan soal-soal yang Bung Karno palu godamkan itu. Tetapi di sini Bung Karno menjelaskan tentang masalah agama dan negara karena Bung Karno khawatir kalo soal ini dibicarakan orang secara ahli agama saja tapi tidak dibicarakan secara ahli negara juga. Tentang permasalahan pemisahan negara dan agama. Di sini Bung Karno mengkomentar orang-orang yang beranggapan bahwa Bung Karno ingin membuat Indonesia yang belum merdeka saat itu untuk mencontoh Turki yang memisahkan antara agama dan negara dan Bung Karno memuja muji Kemal ataturk. Padahal dengan jelas Bung Karno pun memberi judul seri itu dengan “Apa sebabTurki memisah agama dari negara” soal pemisahan agama dari negara adalah soal umum, sebagai satu hal yang harus kita ambil pendirian pro atau kontra. Bung Karno dalam artikelnya hanya memberi bahan buat pemikiran, hanya memberi materil buat bahan studi, bukan pengambilan langkah yang nyata. Dan Bung Karno pun mengundang para mahasiswa pada saat itu untuk menjadikan ini studimaterial mereka.

Ketiga. Bung Karno kagum kepada orang orang dari majalah Adil itu, Bung Karno mengatakan ik bewonder U. Tetapi menurut Bung Karno mereka ini terlalu terapung-apung di atas awannya idealisme dan cita-cita, marilah saya bawa tuan turun dari awan-awan yang tinggi itu, ke atas tanahnya bumi yang nyata, dan bercakap-cakap di atas bumi itu dengan cara yang rill. (kata Bung Karno) menurut Bung Karno, pemikiran menyatukan agama dan negara itu baru menjadi ideal saja, belum menjadi kenyataan, mereka itu terlalu idealis dengan cita-cita menggabungkan agama dan negara, Bung Karno menyeru mereka agar realistis bagaimana seandainya ketika mereka menjadi pemerintah di negeri yang banyak bukan orang Islam, ada miliyunan orang kristen dan agama lain, dan di mana kaum intelektual umumnya tidak berpikir Islamistis. Apakah mereka akan menetapkan saja bahwa negara harus negara Islam, undang-undang harus undang-undang dasar Islam, semua hukum harus hukum-hukum syariat Islam. Kalau kaum Kristen dan agama lain tidak menerima, kalo kaum intelektual tidak menerima, apakah mau didobrak saja dengan ideal mereka itu, apakah mau dipaksakan saja pikiran negara agama itu dan akan  menjadi diktator juga mendurhakai demokrasi?

Bung Karno mengungkapkan realita bahwa dalam demokrasi yang negara terpisah dari agama tidak menutup pintu kepada badan perwakilan untuk mengambil undang-undang yang sesuai dengan syariat Islam. Asal ada demokrasi kalo semisal pengen bikin wet-wet untuk mengharamkan babi atau alkohol, apa susahnya membuat undang-undang itu asal sebagian besar dari wakil rakyat di badan perwakilan itu harus anti babi dan anti alkohol.

Bung Karno mengatakan Islam tidak minta satu formele verkaling (pernyataan formal) bahwa negara harus negara Islam, Tetapi Islam ingin negara yang betul-betul menyala api keIslaman di seluruh tubuhnya umat, inilah yang menjadikan negara menjadi negara Islam, bukan satu keterangan di atas secarik kertas seperti yang kaum tidak setuju dengan Bung Karno lakukan. Kita terima negara dipisah dari agama, tetapi kita kobarkan seluruh rakyat dengan apinya Islam, sehingga semua  putusan-putusan badan perwakilan rakyat itu bersemangat dan berjiwa Islam.

Dengan mendalami uraian di atas, niscaya kita mengerti bahwa memerintah negara yang rakyatnya tidak semua berhaluan Islam harus bisa memisahkan dari ideal dan cita-cita yang mengawang-ngawang kepada bumi pikiran yang rill, sangat gampang mengatakan “negara menurut Islam harus Bersatu dengan agama” tetapi merealisasikan cita-cita yang indah itu adalah hal yang maha sulit. Mudah sekali mengemukakan satu ideal, tetapi melaksanakan ideal itu tidak cukuplah dengan keahlian agama saja, melaksanakan ideal itu malahan lebih memerlukan keahlian kenegaraan.

Penulis: Fither Ahladzikri (Mahasiswa S1 Universitas Zaitunah, Tunis, Tunisia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Arab Tidak Pernah Menaklukkan Spanyol, Benarkah?

Ketika membaca sejarah peradaban Islam di Eropa, kita akan menemukan banyak sumber yang menyebut bahwa Islam pernah menaklukkan Andalusia....

Artikel Terkait