Oleh:Muhammad Fither
Kopiah – Berbicara tentang kehidupan manusia, tentunya tidak akan lepas dari istilah proses sosial. Kalimat tersebut dapat diartikan, bahwa setiap individu membutuhkan individu lainnya dalam menjalani segala aspek kehidupan. Proses sosial tersebut dimulai sejak awal manusia lahir ke dunia. Manusia yang lahir ke dunia akan membutuhkan bantuan orang lain untuk proses kelahirannya. Selanjutnya, pada saat manusia akan meninggalkan dunia juga akan membutuhkan bantuan orang lain untuk merawat jiwanya yang akan pergi. Oleh karena itu, Manusia juga disebut sebagai zoon politicon yang berarti suatu mahkluk hidup yang membutuhkan keberadaan makhluk hidup lainnya.
Ibnu Khaldun (1332-1406) membuat generalisasi dan merumuskan apa yang disebutnya qawa’id, yaitu hukum-hukum (sosial) yang dapat diaplikasikan melampaui sekat-sekat waktu. Seperti dalam magnum opusnya yaitu Muqoddimah Ibnu Khaldun berkata “Al-insani madaniyu bi thob’i” bahwa Manusia adalah mahkluk sosial. Hal ini benar adanya karena sejak manusia lahir, manusia pada dasarnya memiliki dua keinginan pokok. Pertama, keinginan untuk Bersatu dengan manusia di sekitarnya. Kedua, keinginan untuk menyatu dengan keadaan alam di sekitarnya. Untuk memenuhi hal-hal tersebut, manusia dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Untuk beradaptasi, diperlukan adanya interaksi antar sesama manusia. Dengan interaksi, akan turut memudahkan manusia untuk saling membaur dan bersatu dalam rangka beradaptasi dengan lingkungannya.
Hukum-hukum sosial yang dirumuskan Ibnu Khaldun itu berguna untuk menjelaskan realitas sosial masa lampau dan semasa hidupnya. Bahkan, hukum-hukum sosial itu dapat membantu menjelaskan realitas sosial di masa depan yang jauh.
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang membentuk suatu sistem sosial yang hidup di suatu wilayah dan di dalamnya terdapat interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interpenden atau saling bergantung satu sama lain, yang dikarenakan manusia adalah makhluk sosial. Pada umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu pada sekelompok orang yang hidup bersama-sama dalam suatu komunitas yang teratur. Unsur pembentuk masyarakat terdiri dari sejumlah manusia yang hidup bersama-sama dalam jangka waktu yang relatif panjang atau lama, kemudian membentuk kesatuan, dan akan membentuk sistem hidup bersama yang akhirnya menimbulkan kebudayaan di mana setiap anggota masyarakatnya merasa dirinya masing-masing terikat dengan suatu kelompok. Dengan adanya masyarakat yang hidup bersama, maka akan memunculkan rasa kebersamaan dan kebudayaan baru. Munculnya rasa kebersamaan akan membuat para masyarakat saling berinteraksi atas dasar kepentingan bersama.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama untuk membentuk suatu kesatuan. Di dalam masyarakat juga akan terbentuk interaksi sosial, yang mana interaksi sosial dibentuk dari adanya dua komponen yaitu adanya interaksi dan komunikasi. Pada dasarnya manusia hidup untuk saling berinteraksi dan bergabung dengan orang-orang di sekitarnya untuk menciptakan tujuan bersama. Terlihat dari faktor-faktor yang menjadi dorongan manusia untuk bertahan hidup, terdapat faktor yang menjelaskan bahwa manusia memiliki keinginan untuk bergaul sebagaimana bergaul memiliki fungsi untuk menyatukan individu dengan suatu kelompok atau komunitas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunitas adalah suatu kelompok organisme yang terdiri dari manusia dan sebagainya yang saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu. Berkumpulnya kelompok organisme tersebut didasari oleh minat dan berkecimpung dalam bidang yang sama. Komunitas sendiri berasal dari Bahasa latin communitas yang berarti “kesamaan.” Pada umumnya komunitas memiliki minat dan berkecimpung dalam habitat yang sama. Kekuatan dari sebuah komunitas adalah adanya kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sosial yang pada umumnya didasarkan atas latar belakang budaya, ideologi, dan sosial ekonomi.
Pada era sekarang ini, dapat dirasakan bahwa perkembangan kapitalisme berlangsung cepat dan mempengaruhi kehidupan dalam lingkup sosiokultural di Indonesia khususnya di kota besar. Perkembangan tersebut menuntut masyarakat memilih gaya hidupnya masing-masing dalam segala bidang di kehidupan contohnya dalam memilih komunitas. Dewasa ini, maraknya kembali pengguna motor Vespa dari berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda, dapat dilihat di berbagai kota ataupun desa.
Komunitas Vespa telah menjamur di berbagai daerah di Indonesia. Komunitas tersebut tidak memiliki batasan usia ataupun kriteria tertentu. Menariknya, secara personal sebagian dari anggota komunitas Vespa ada yang berpenampilan seperti anak jalanan yang tidak terurus, namun juga ada yang berpenampilan rapih dan menarik. Pada kesimpulannya, komunitas Vespa seringkali berpenampilan apa adanya dan tidak saling membedakan kelas di antara mereka. Di sisi lain, komunitas Vespa memiliki solidaritas yang tinggi dengan mengunggulkan slogan mereka yaitu satu Vespa sejuta saudara.
Solidaritas pada komunitas Vespa bisa dilihat ketika pengendara Vespa memiliki kendala di jalan, dan ketika di temui pada komunitas Vespa lainnya sudah tentu akan ditolongnya. Sebab yang digenggam erat pada komunitas Vespa adalah ungkapan “Kita bersaudara”. Solidaritas dari masing-masing pengguna Vespa, akan menjadi suatu ikatan tanggung jawab dalam pengguna Vespa. menjadi suatu ikatan tanggung jawab dalam kelompok.
Tanggung jawab dalam arti sederhana bisa dimaksudkan sebagai saat di mana dalam sebuah kelompok itu ada individu yang sakit, maka individu yang lain ikut merasakannya. Konsep komunikasi yang dibangun pada pengguna Vespa yakni mengedepankan rasa kekeluargaan sehingga masyarakat juga mengakui eksistensi para pengguna motor Vespa.
Relevansi Konseptualisasi Ashabiyyah Sebagai Solidaritas Sosial Komunitas Vespa
Solidaritas pengguna Vespa tidak hanya dapat dilihat dari sikap saling peduli di jalanan. Mereka juga menggunakan cara berkumpul dan berkenalan untuk menambah wawasan mereka mengenai Vespa sekaligus mempererat tali persaudaraan, mereka juga seringkali saling menyapa di jalanan dengan cara saling mengacungkan jempol ataupun saling membunyikan klakson juga saling melempar senyum. Semua hal tersebut dilakukan seolah dengan tanpa beban dan penuh keriangan. Solidaritas tersebut dilakukan apa adanya dan sebagai bukti kekeluargaan yang kuat sesuai dengan slogan mereka.
Sebagaimana diutarakan Abdul aziz di dalam bukunya NEGARA RASIONAL Warisan Pemikiran Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun mengkonseptualiskan ashabiyyah sebagai “solidaritas sosial dan perasaan sebagai sebuah kelompok, atau semangat satu korps yang terbentuk secara kohesif antar individu berdasarkan ikatan sedarah, kekerabatan dan kepentingan bersama, sebagai cara penegasan identitas dan mempertahankan kehidupan.” Sedangkan, perasaan cinta dan kasih timbul secara alami sebagai sifat dasar manusia yang merupakan anugerah Allah. Dengan sifat tersebut muncul sikap saling membantu dan solidaritas. Sama halnya, kecintaan dan fanatisme anggota komunitas vespa yang sangat kuat, baik di dalam komunitas ataupun di luar komunitas,ada sifat kekeluargaan yang mereka rawat dan ada solidaritas yang mereka genggam sesuai slogan mereka, “satu Vespa, satu juta saudara”.