Kopiah.co – Dulu di MTs saya diperkenalkan pertama kali dengan nama Khawarij sebagai golongan atau sekte dalam Islam. Lalu dipertemukan lagi dengan yang namanya Khawarij setelah memasuki jenjang MA, tepatnya di dalam pelajaran Aqidah Akhlaq dan Sejarah Kebudayaan Islam. Pastinya kurang lengkap rasanya kalau di kampus saya tidak bertemu dengan  Khawarij lagi.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, tepatnya pada tingkat kedua di Universitas Al-Azhar jurusan sejarah dan peradaban, saya bertemu dengan Khawarij untuk yang ketiga kalinya.
Namun berbeda dengan pertemuan kami sebelumnya, untuk kali ini saya berusaha untuk mengenalinya lebih dalam lagi, siapa tahu saya bisa mengorek informasi darinya.
Berbeda dengan Fakultas Ushuluddin yang mengenal dan mengorek informasi dari sisi akidahnya, kami para mahasiswa jurusan sejarah dan peradaban lebih mengenal dari sisi historisnya. Kapan mereka muncul, bagaimana cara mereka muncul, dan kenapa mereka muncul.
Mulanya, bibit-bibit Khawarij ini mulai tumbuh di era Khalifa Ustman bin Affan. Dikatakan bibit karena kata khawarij pada waktu itu masih belum mainstream untuk disebutkan, mereka memulai dengan melakukan fitnah-fitnah terhadap Utsman pada periode kedua ke-khalifahannya.
Periode 6 tahun pertama ditandai dengan berbagai keberhasilan dan kejayaan. Periode 6 tahun kedua ditandai dengan gejolak fitnah. Salah satunya fitnah nepotisme soal pengangkatan pejabat dari sanak kerabat Khalifah Utsman.
Puncaknya, mereka sudah mulai berani bersikap kurang ajar dengan melakukan hoaks. Yaitu dengan mengirimkan surat-surat palsu yang berstempelkan Khalifah Utsman. yang berujung pada pengepungan Khalifah itu sendiri di dalam rumahnya, dan berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan.
Berlanjut di era Khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawwiyah bin Abi Sufyan yang menuntut qishas dan pengadilan untuk Utsman bin Affan, dan menunda baiat nya kepada Ali bin Abi Thalib sebelum qishas terlaksana.
Mendengar berita ini, orang-orang yang akan disebut sebagai Khawarij inipun ketakutan, kemudian menyusup ke dalam pasukan Ali bin Abi Thalib.
Lalu, terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat yang tak kunjung menemukan titik temu. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, atau lebih dikenal dengan peristiwa Tahkim. T
erjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang Khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Dimulai dari sini terlahir bayi yang dewasanya akan merusak segala keindahan dan kemuliaan yang dibangun oleh Islam dengan nama Khawarij.
Khawarij secara bahasa diartikan sebagai orang-orang yang keluar. So, Khawarij adalah orang-orang yang keluar dari pasukan Ali bin Abi Thalib. Karena merasa kecewa dengan persetujuan Ali bin Abi Thalib untuk melakukan tahkim.
Lantas mereka justru merencanakan pembunuhan terhadap tiga orang yang dianggap menjadi dalang peristiwa tahkim, dan tiga orang tersebut adalah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, dan Amr bin Ash.
Pada akhirnya Khalifah Ali bin Abi Thalib lah yang berhasil mereka bunuh. Sungguh mereka telah merusak sejarah yang tak pantas kita ceritakan pada anak-anak kita kelak, dan lagi lagi menodai kemuliaan dan keagungan Islam.
Tidak sampai di situ, mereka terus melakukan pemberontakan terhadap pemimpin yang sah, dan tercatat dalam sejarah pemberontakan yang dilakukan Khawarij terhadap kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah juga tidak sedikit.
Dilihat dari tingkah lakunya, Khawarij amat sangat tidak pantas disebut sebagai sekte, bahkan sebagai golongan dalam islam. Mereka selalu menempatkan diri sebagai oposisi pemerintah, bahkan berani memberontak dan membunuh pemimpinnya.
Jangankan mereka berani dengan Khulafaurrashidin yang mulia, Nabi yang agung dan telah dijamin terhindar dari dosa pun akan mereka tentang, di mana dikisahkan seseorang yang tidak terima dan mengatakan, bahwa Nabi telah berlaku tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang.
Mereka tidak memiliki rasa Nasionalisme terhadap Tanah Air. Mereka tidak memiliki kematangan dalam akidah. Mereka tidak memiliki rasa persatuan sebagai umat islam.
Mereka tidak pernah taat terhadap Pemerintah. Hanya karena perbedaan pandangan politik, dan hanya politik yang menjadi minat dan corak dari gerombolan ini.
Mereka terus menerus merusak nama baik dan menghancurkan kemuliaan dan keagungan yang telah dibangun oleh Islam. Pantaskah mereka disebut sebagai golangan Islam?
Sungguh, daripada terus mengingat dan menyebut mereka sebagai golongan atau sekte. Sebut saja dan lekatkan pada mereka dengan sebutan partai Khawarij.