Serial Fatwa Perempuan: Memukul Istri dalam Islam

Artikel Populer

Kunti Zulva Russdiana Dewi
Kunti Zulva Russdiana Dewi
Mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir | Redaktur Ahli Bedug Media | Fatayat Study Club Mesir | Anggota kajian di Sekolah Tinggi Filsafat Girinata | Anggota kajian Salon Budaya PCINU Mesir

Pertanyaan: Apakah Islam mengizinkan suami memukul istri? Lantas, apakah istri diizinkan melakukan hal serupa?

Dalam surah An-Nisa ayat 34, Al-Qur’an menyatir perbuatan nusyuz (pembangkangan seorang istri) untuk dapat ditindak lanjuti. Pertama dengan menasihati istri, apabila tidak bisa, maka boleh pisah ranjang, apabila masih saja membangkang, maka solusi paling terakhir adalah diperbolehkannya suami untuk memukul istri.

Persoalan Nusyuz adalah sebutan Islam untuk istri yang tak memenuhi kewajibannya sebagai hak suami. Semisal, si istri secara terang-terangan tak mau digauli dengan tanpa alasan. Juga ketika ia tak mendengar nasihat yang dituturkan oleh suami, lantas si istri mengabaikannya tanpa alasan. Parahnya, seorang istri era ini tak dapat menjaga harkat dan martabat keluarganya dengan menjelekkan suaminya karena kemauannya—dan bukan kebutuhannya— tak terpenuhi. Inilah ketidaktaatan yang patut dilabeli sebagai perilaku Nusyuz.

Namun lain halnya, apabila hak nafkah, hak kasih sayang, hak menggaulinya secara baik, dan hak-hak lainnya tak terpenuhi sebagai hak istri, lantas ia melawan untuk mendapatkan haknya. Maka, perbuatan ini tidak bisa dikatakan sebagai pembangkangan. Begitulah Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama-sama harus terpenuhi.

Dalam sebuah Hadits diriwayatkan, saat banyak suami yang memukul istri-istrinya pada zaman Nabi,para istri datang kepada Nabi untuk mengadu. Nabi pun marah kepada para Sahabat. Lalu, beliau berkata kepada mereka,“Banyak kaum wanita yang mendatangi keluarga Muhammad untuk mengadukan pemukulan yang dilakukan para suami. Suami semacam itu bukan orang baik.” (HR. Abu Dawud dan Ad-Darimi).

Penjelasan ini kemudian ditegaskan oleh Syekh Ali Jum’ah dalam kitabnya al-Mar’ah fi al-Hadlarah al-Islamiyah, Sunnah Nabi Muhammad Saw. yang dianjurkan oleh agama adalah pilihan untuk tidak memukul. Nabi Muhammad Saw. sama sekali tidak pernah memukul istri-istrinya. Meskipun, Nabi membolehkan pukulan, namun hal itu harus dilakukan dengan tidak boleh meninggalkan bekas luka sama sekali. Nabi mencontohkan dibolehkannya memukul istri dengan menggunakan kayu siwak, yang hanya dimaksudkan untuk menampakkan kemarahan suami dan menunjukkan ketidakridoannya atas perbuatan istri yang enggan melaksanakan kewajibannya.

Konsekuensi pemukulan ini sebetulnya tak hanya berlaku kepada istri. Khitab yang hendak didalogkan adalah manusia secara umum, dan istri secara khusus. Apabila suami bertindak tidak layak, semena-mena, maka ia boleh membalas, bahkan boleh juga memukul. Seperti halnya suami yang tak memberikan hak istri, maka ia juga sah mendapatkan pukulan, dan  dihukum. Contohnya sebagaimana yang dikatakan oleh ulama fikih,

وإزالة البكارة بالِصبع حرام، ويؤدّب الزّوج عليه

“Menghilangkan keperawanan dengan jari adalah haram sehingga suami yang melakukannya wajib dita’zir karena perbuatannya.

Sesungguhnya agama Islam selalu mengajarkan kelembutan. Islam tidak pernah membolehkan suami berbuat kasar dan sewenang-wenang kepada istrinya. Pukulan yang menyakitkan tentu saja perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam yang mulia. Nabi Muhammad Saw. sendiri meresponnya sebagai pilihan yang paling terakhir dan lebih baik dihindari.

Dalam Islam, hubungan antara suami-istri haruslah dibangun atas dasar cinta kasih, juga keharmonisan yang dibangun atas hak dan kewajiban  yang terpenuhi. Cinta kasih tentunya berkebalikan dengan tindakan memukul dan menyakiti, lantas Nabi Muhammad Saw. sangat mengingkarinya. Beliau bersabda, “Aku heran dengan laki-laki yang tega memukul istrinya seperti ia memukul budaknya, tetapi ia menyetubuhinya di malam hari.” (HR. Bukhari dan al-Baihaqi).

Sindiran Nabi kepada laki-laki disepakati oleh Syekh Ali Jum’ah. Pada hakikatnya, konsep pemukulan seperti ini adalah musibah yang harus ditentang oleh seluruh manusia, dan ulama fikih telah lama menegaskan pertentangan terhadap praktik pemukulan ini. Nabi saw., menjelaskan bahwa keharmonisan antara laki-laki dan perempuan terpatri atas dasar cinta dan kasih sayang, sehingga hal ini sangat berlawanan dengan pukulan dan menyakiti. Karenanya, Nabi saw., sangat mengutuk perbuatan tersebut.

Semua jawaban di atas adalah diperuntukkan orang yang masih saja tak paham dengan agama Islam, atau bahkan, muslim yang belum paham dengan agamanya sendiri. Tabik!

Lihat Serial Fatwa Perempuan: Poligami Bukan Syariat Islam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Aktivis Muda NU Minta MK Gugurkan Abuse of Power yang Merusak Demokrasi

Kopiah.Co — “Kita harus buat pernyataan seperti ini, untuk suarakan kebenaran konstitusional dan spirit Pancasila", kata Nata Sutisna, Aktivis...

Artikel Terkait