Tafsir Saintifik; Upaya Baru Mengkaji Kandungan Al-Quran

Artikel Populer

Kopiah.co – Manusia sebagai makhluk yang berakal tidak pernah mengenal puas dalam mendayagunakan pikirannya untuk memperoleh pengetahuan. Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan sains dianggap sebagai puncak pengetahuan di era modern. Kehebatan sains mampu mengungkap rahasia-rahasia alam tempat manusia tinggal. Sains juga mampu membawa manusia bergerak menciptakan kehidupan yang tak pernah terbayang sebelumnya. Sains menempati posisi penting dalam manusia modern dan menjadi tolok ukur kemajuan peradaban.

Realita bahwa nalar manusia modern tidak pernah alpa dari sains mendorong lahirnya corak baru dalam dunia keilmuan Islam, yakni Tafsir Saintifik Qur’an. Tafsir Saintifik adalah sebuah upaya mengungkap makna yang terkandung dalam al-Quran menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan modern. Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya diyakini kebenarannya secara mutlak, akan tetapi al-Qur’an sebagai kitab suci juga menjadi sumber pengetahuan. Kebenaran al-Quran yang bersifat mutlak ini kemudian mengandaikan relevansi al-Quran di setiap zaman dan tempat, juga relevansinya meliputi perkembangan ilmu pengetahuan. Nilai universalitas ini adalah dimensi mukjizat al-Quran yang menjadi keistimewaan al-Quran dengan khazanah keilmuan lain.

Imam al-Baqillani mengungkapkan bahwa I’jaz al-Qur’an dapat dilihat melalui tiga sisi. Pertama, dari sisi gramatikal bahasa (nahwu) maupun elokuensi (balaghah), susunan kata dan kalimat yang terdapat di dalam al-Quran adalah bahasa Arab yang paling fasih, bahkan para ahli bahasa Arab menjadikan al-Quran sebagai standardisasi bahasa Arab yang benar.

Kedua, al-Quran berbicara tentang kejadian yang dialami umat terdahulu mulai dari penciptaan Adam hingga kisah-kisah penting Nabi setelahnya. Ketiga, al-Qur’an berbicara tentang peristiwa gaib baik hal-ihwal yang menyangkut dunia metafisik maupun kejadian yang akan terjadi pada masa mendatang. Pada poin kedua dan ketiga ini, secara makna dan kandungan al-Qur’an begitu istimewa mengingat Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan risalah al-Quran adalah seorang ummi yang tidak bisa baca-tulis dan tidak pernah belajar dari pemuka agama sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa al-Quran adalah benar-benar kalam Tuhan dan tidak ada satu pun yang dapat menandinginya.

Tafsir saintifik sebagai metode tafsir al-Quran berperan mengungkapkan keajaiban al-Qur’an pada dimensi mukjizat kedua dan ketiga. Di antara contoh tafsir saintifik adalah pengungkapan penciptaan kosmos yang terdapat dalam Surat al-Anbiya dengan teori bigbang. Allah SWT berfirman, “Tidakkah orang-orang kafir mengira bahwa langit dan bumi merupakan satu kesatuan yang padu kemudian kami pisahkan keduanya, dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup, maka tidakkah mereka beriman.”

Contoh lainnya adalah penafsiran Surat At-Tariq ayat 11, Allah SWT berfirman, “dan langit yang memiliki ar-raj’u.” Dalam tafsir saitifik, al-raj’u diartikan sebagai siklus air atau siklus hidrologi. Air yang berada di dalam bumi menguap, membentuk awan, kembali lagi menjadi air dalam bentuk hujan, dan terus-menerus proses ini berulang.

Tafsir saintifik menjadi warna baru yang memperkaya khazanah intelektual umat Islam dalam menyarikan makna dan hikmah yang terkandung dalam al-Quran. Hadirnya menjadi jawaban atas kegelisahan umat Islam modern. Sains dengan segala perkembangannya mempunyai otoritas yang tinggi dalam ilmu pengetahuan. Sains menjadi barometer kebenaran dalam manusia modern.

Walaupun tafsir saintifik mampu menghadirkan relevansi al-Quran terhadap perkembangan zaman, penggunaan teori sains modern dalam menafsirkan al-Quran tidak diterima begitu saja oleh para ulama. Tidak sedikit para ulama yang menentang hal ini, di antaranya Imam Husein adz-Dzahabi, pengarang kitab at-Tafsir wal Mufassirun. Meskipun keberhasilan sains tidak diragukan lagi dalam mengungkapkan rahasia alam, namun jika digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an akan menimbulkan sebuah problem.

Sains tidak mengenal kemapanan. Kebenaran suatu teori dan penemuan akan selalu terbarukan dan dibantah dengan penemuan berikutnya. Begitulah karakteristik sains. Dalam hukum gravitasi Newton, waktu dan ruang dipersepsikan secara abstrak, sedangkan dalam teori Einstein, ruang-waktu dapat dibengkokkan oleh gravitasi. Bisa saja seiring berjalannya waktu, teori Einstein ini akan dibantah dengan penemuan selanjutnya. Karakteristik kebenaran sains yang seperti ini, apabila digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an malah akan mereduksi makna al-Quran yang kebenarannya adalah absolut.

Terlebih setiap penemuan pada sains didasarkan pada penalaran induktif. Induktif tidak menghasilkan ilmu yang bernilai mutlak dan pasti. Penalaran induktif baru akan menghasilkan pengetahuan yang bersifat pasti ketika objek yang dikaji mencakup seluruh individu-individunya. Akan tetapi, hal demikian mustahil untuk dilakukan sehingga akan selalu terdapat anomali dan pengecualian dalam penemuan sains. Anggaplah teori bigbang saat ini berada di puncak tertinggi pembahasan asal-usul kosmos, namun apa jadinya kalau terdapat penemuan termutakhir yang membantah teori tersebut.

Kemudian ketika teori bigbang terbantahkan, apakah Surat al-Anbiya ayat 30 menjadi tidak berlaku lagi. Problem ini lah yang akan kita temukan ketika kebenaran mutlak al-Quran yang berbasis pada keyakinan dipadankan dengan kebenaran sains yang berbasis pada eksperimen.

Walakhir, tafsir saintifik sebagai upaya baru dalam membaca dan mengkaji kandungan al-Quran adalah sebuah kekayaan intelektual Islam. Al-Quran sebagai kitab suci harus diyakini kebenarannya meskipun belum ada penjelasan ilmiah terkait peristiwa yang terdapat di dalamnya. Satu hal yang membuat tafsir saintifik istimewa dan perlu kita sadari, bahwa tafsir saintifik sebuah pendekatan modern yang membuat al-Quran semakin dekat kita dan realita di mana kita tinggal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Aktivis Muda NU Minta MK Gugurkan Abuse of Power yang Merusak Demokrasi

Kopiah.Co — “Kita harus buat pernyataan seperti ini, untuk suarakan kebenaran konstitusional dan spirit Pancasila”, Nata Sutisna, Aktivis Muda...

Artikel Terkait