Mengenal Mufassir Tunisia, Ibnu ‘Arafah dan Tafsirnya yang Kontekstual

Artikel Populer

Oleh : Abbas Hamonangan Harahap, Mahasiswa Universitas Zaitunah Tunisia.


Kopiah.Co — Dalam dunia intelektualisme Islam, perkembangan ilmu tafsir sangat pesat. Menariknya, transformasi tersebut senantiasa dihiasi dengan berbagai peristiwa besar sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru yang segar mengenai kajian dan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Quran.

Tafsir al-Quran merupakan produk dari pemikiran-pemikiran manusia yang menghasilkan berbagai interprestasi yang berbeda-beda, sehingga melahirkan metode dan corak tafsir yang beragam. Bahkan, kajian ilmu tafsir ini menarik minat bukan hanya dari kalangan muslim saja, akan tetapi dari kalangan akademisi lintas iman.

Namun, terlepas dari keanekaraman tafsir, dalam hal ini penulis ingin mengenalkan seorang Mufasir asal Tunisia — yang namanya mungkin tidak terlalu terkenal — namun sesungguhnya ia maha guru dari para mufasir di Tunisia.

Mengenal Ibnu Arafah, Mufasir Tunisia

Ibnu ‘Arafah adalah seorang mufti Tunisia dan imam di Masjid Zaitunah selama kurang lebih 50 tahun. Masa hidupnya itulah ia persembahkan untuk belajar, memahami, dan menggali makna dari ayat-ayat Al-Quran.

Mufasir asal Tunisia selatan itu bernama lengkap Abdullah Muhammad bin Muhammad bin ‘Arafah al-Warghammi al-Maliki al-Tunisi. Nama Al-Warghammi adalah nisbat sebuah kabilah dari suku berber yang berasal dari Maroko, kemudian hijrah ke Tunis dan menetap di daerah tenggara Tunisia, tepatnya di kota Madnien dan Tathaawin, Tunisia Selatan.

Al-Busaily, murid Imam Ibnu ‘Arafah dalam kitabnya Al-Taqyid Al-Kabir mengatakan bahwa Ibnu ‘Arafah lahir pada malam ke dua puluh tujuh bulan Rajab 716 H /16 Oktober 1316 di Ibu Kota Tunis. Ia dilahirkan dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terkenal relijius dan akademis.

Ibnu ‘Arafah tumbuh di era kepemimpinan Dinasti Hafshiyah, yang di masa itu memiliki perhatian penting pada pengembangan budaya dan pendidikan, dengan mendukung para cendekiawan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, membangun sekolah, dan membangun kesejahteraan bagi para imam dan guru.

Ibnu ‘Arafah menghafal Al-Qur’an ketika ia masih berusia muda. Sejak kecil, ia belajar kepada Syaikh Abu Abdullah Muhammad bin Badal Al-Ansari, seorang ahli qiraat dan hadits di kota Tunis. Ibnu ‘Arafah juga belajar qiraat asyrah, ilmu fiqih, ushul fiqih, ilmu hadits melalui sahih muslim, sahih bukhari, muattha’ Imam Malik dan tafsir dari Syaikh Ibn Abd al-Salam al-Hawari (w.749H), seorang ahli fiqih Maliki dan Qadhi Tunisia.

Selain itu, Ibnu Arafah juga mempelajari ilmu nahwu, logika dan retorika dari Syaikh Muhammad bin Yahya bin Umar bin Al-Habab (w. 741 H) dan Syaikh Muhammad bin Harun al-Kinani al-Tunisy (w. 750 H), ilmu fikih dari Muhammad bin Jabir al-Wadashi (w. 749 H), ilmu aqliyah dari Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad al-Talmisany al-Abli (w. 757 H), Qiraat Sab’ah thariqah ad-Dani dan Ibn Syuraih dari Syaikh Muhammad bin Salama Al-Ansari (w. 746 H) dan sebagainya.

Karena begitu banyak cabang ilmu yang ia selami, tak heran jika Imam Ibnu ‘Arafah ahli dalam banyak bidang. Sehingga pada masanya, ia ditunjuk menjadi Mufti dan fatwanya selalu menjadi rujukan di Maroko.

Sebagaimana para masyaikh umumnya, Imam Ibnu ‘Arafah juga memiliki banyak karangan kitab, di antaranya al-Mukhtashar fi al-Fiqhi, yang beliau tulis selama 14 tahun dari 772 H – 786 H, al-Mukhtashar fi al-Mantiq, al-Mukhtashar asy-Syamil fi Ushuliddin, yang merupakan kitab paling penting, Mukhtashar Faraidhi al-Hufi, al-Hudud al-Fiqhiyyati, dan al-Mukhtashar fi an-Nahwi wa Mandzumah fi Qiroati Ya’kub dengan riwayat ad-Dhani dan Ibnu Syarih.

Tafsir Ibnu Arafah

Dari berbagai kitab yang ia tulis, ternyata ia juga mempunyai kitab tafsir al-Quran yang dinisbatkan kepada namanya yaitu,” Tafsir Ibnu ‘Arafah”. Tafsir Ibnu ‘Arafah adalah kumpulan dari beberapa ceramah-ceramah yang ia isi dengan kajian tafsir di masjid Zaitunah, yang kemudian dikumpul dan ditulis oleh murid-muridnya.

Sebagai pengajar tafsir, banyak muridnya yang juga menyimpan arsip serta catatan dari Ibnu Arafah seperti riwayat dari al-Ubay, yakni Muhammad bin Khalfah al-Wusytati. Riwayat ini dikatakan paling lengkap dari tafsir Ibnu Arafah. Ia mengumpulkan isi kajian dari Ibnu Arafah hingga menghasilkan beberapa naskah yang paling lengkap. Satu juz dari riwayat tersebut telah dicetak dalam dua jilid, yakni sampai akhir surah al-Baqarah.


Dalam pengantar kitab Tafsir Ibnu ‘Arafah dijelaskan, bahwa secara umum model penafsiran yang dilakukan oleh Imam Ibnu ‘Arafah ialah membacakan beberapa ayat kemudian menafsirkan ayat tersebut.

Pertama, ia akan menyampaikan bagaimana pendapat dari beberapa ulama yang ahli di bidang qiraat, balaghah, dan nahwu. Kemudian, ia menjelaskan penakwilan dan perbedaan pendapat di antara para Mufassir.

Selain itu, Ibnu Arafah juga senantiasa menambahkan pendapat dari para ulama di berbagai bidang keilmuan, seperti ushul, fiqh, maupun ahli hadis. Di samping itu, ia juga menyebutkan hal-hal yang terperinci secara kebahasaan, dimulai dari sudut pandang balaghah dari suatu ayat, syair-syair hingga kontekstualisasi ayat-ayat Al-Quran ke dalam kehidupan sosial modern.

Hal tersebut jarang kita temukan dari kebanyakan ustazd dadakan yang kita temui, di mana mereka hanya menyampaikan ayat kemudian membaca terjemahan atau memaknai ayat secara tekstualis saja.

Setelah menyampaikan berbagai pendekatan-pendekatan tafsir ayat tersebut, Ibnu Arafah lalu meminta murid-muridnya untuk mendiskusikannya menurut pandangan mereka sendiri, sehingga menghadirkan perspektif yang beranekaragam, yang kemudian pendekatan ini berdampak besar terhadap pola pikir murid-muridnya.

Metode pendidikan inilah yang menjadi ciri khas Ibnu ‘Arafah dalam mengkaji ilmu pengetahuan, terkhusus memahami makna ayat-ayat al-Quran secara kontekstual dan segar.

Sependek pengetahuan penulis bahwa dua jilid pertama dari Tafsir Ibnu ‘Arafah adalah tulisan tangan ia sendiri. Sedangkan tiga jilid terakhir ialah susunan dari ceramah yang ia sampaikan di majlis-majelis dan ditulis oleh para muridnya.

Imam Ibnu ‘Arafah telah mengajar selama lebih dari setengah abad tanpa mengenal lelah, letih dan bosan, sehingga generasi sesudahnya belajar, mengambil ibrah pengalaman dan ilmu darinya, hingga akhirnya ia tutup usia di umur 87 tahun, tepatnya pada tanggal 24 Rajab 803 H / 1401 M dan dimakamkan di pemakaman jallaz, kota Tunis.

Sebagai penutup, penulis melihat bahwa sosok Ibnu ‘Arafah merupakan ulama yang mampu memadukan antara teks-teks keagamaan dengan teks-teks peradaban umat manusia yang terus berjalan. Sehingga, setiap orang yang membaca tafsirnya akan menemukan makna baru yang relevan bagi kehidupannya di masa kini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Terbaru

Aktivis Muda NU Minta MK Gugurkan Abuse of Power yang Merusak Demokrasi

Kopiah.Co — “Kita harus buat pernyataan seperti ini, untuk suarakan kebenaran konstitusional dan spirit Pancasila", kata Nata Sutisna, Aktivis...

Artikel Terkait